Senin 08 Jul 2019 19:55 WIB

Aceh Bahas Qanun Poligami, Ini Respons Mendagri dan Menag

Qanun poligami saat ini tengah dibahas oleh Pemerintah provinsi dan DPR Aceh.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendengarkan usulan saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di gedung parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendengarkan usulan saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di gedung parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, qanun (peraturan daerah) Aceh yang di dalamnya memuat soal poligami masih akan dikonsultasikan dengan pemerintah pusat. Qanun poligami saat ini tengah dibahas oleh Pemerintah provinsi dan DPR Aceh.

"Ya apa pun setiap daerah untuk menyusun perda, termasuk Aceh kan masih ada dua (qanun) termasuk soal bendera juga kan tetap dikonsultasikan dengan pusat, termasuk qanun poligami," kata dia, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (8/7).

Belakangan muncul rancangan qanun hukum keluarga yang mengatur tentang poligami menuai kontroversi. Pemerintah provinsi dan DPR Aceh sedang membahas qanun tentang hukum keluarga yang salah satu isinya mengatur soal praktik poligami.

Qanun itu telah masuk program legislasi (proleg) pada akhir 2018. Pembahasan masih terus dilakukan antara lain dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 1 Agustus 2019.

"Tapi begini ya, pada 2014 itu orang yang punya akta kelahiran hanya 31 persen. Sekarang dengan mempermudah akses mempunyai akses sekarang mencapai 91 persen, ternyata mayoritas orang yang tidak mengusulkan anaknya punya akta kelahiran karena faktor nikah siri," kata dia.

"Nah, nikah siri khan di KUA tidak ada, istilahnya tidak terdaftar, dengan kami memperbolehkan nikah yang tidak terdaftar mengajukan akta kelahiran bagi anaknya sepanjang disebutkan siapa suaminya ternyata melimpah sekali. Sekarang sudah mencapai 91 persen, bagi kami intinya, jangan diumumkan toh," kata dia.

Namun, dia mengaku karena qanun itu belum dikonsultasikan maka ia belum tahu apa argumentasi yang diajukan, sehingga qanun itu diajukan dalam RDPU 1 Agustus 2019. "Ini pendapat saya lho ya. Saya tidak tahu argumentasi teman-teman di Aceh apa. Tapi jangan di-declare karena ini menyangkut berbagai akses, termasuk ketidaksetujuan ibu-ibu dan mbak-mbak," kata dia.

Sedangkan Menteri Agama Lukman Saifuddin mengatakan, dia pun belum tahu mengenai qanun hukum keluarga tersebut. "Sejujurnya saya belum tahu sama sekali hal itu, tentu kan harus dipelajari terlebih dahulu ya apa isinya dan seterusnya. Jadi, kalau judulnya legalisasi poligami itu kita harus klarifikasi terlebih dahulu memangnya selama ini poligami tidak legal? Di UU Nomor 1/1974 kan sebenarnya sudah ada beberapa ketentuan, tapi kita akan dalami isinya seperti apa," kata dia.

Lukman pun mengaku akan mencari tahu substasi qanun itu lebih dulu sebelum menyampaikan keterangan. "Kita akan dalami dulu isinya, karena dokumennya kita belum tahu isi rancangan qanun seperti apa kita masih belum tahu. Kita sedang akan dalami terlebih dahulu apa kontennya dan apa substansi pengaturan regulasi itu," kata dia.

Dalam qanun hukum keluarga itu disebutkan, seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristri lebih dari satu orang dan dilarang lebih dari empat orang. Syarat utama beristri lebih dari satu orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Merujuk UU Pemerintah Aceh Nomor 11/2006 pasal 1, Qanun Aceh ialah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Dalam qanun, terdapat ancaman pidana yang tidak terdapat di dalam KUHP sebagai induk dari hukum pidana materil.

Perbedaan lainnya, pembatalan terhadap Qanun Aceh yang materi muatannya jinayat tidak dapat dibatalkan melalui Peraturan Presiden, tetapi harus melalui mekanisme uji materil di Mahkamah Agung. Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kedudukan qanun dipersamakan dengan perda di daerah lain.

Secara formal proses pembuatan qanun sama dengan proses legislasi peraturan daerah. Pembuatan/pengajuan rancangannya boleh berasal dari inisiatif pemerintah provinsi. Di kalangan pemerintah provinsi, pembuatan rancangan ini biasanya dilakukan tim atau panitia, yang didalam prosesnya dimulai dengan rancangan awal untuk disosialisasikan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement