REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim investigasi Polri belum berhasil menangkap pelaku penembakan dan penganiyaan terhadap sembilan korban yang dicap aparat sebagai perusuh saat peristiwa 21-22 Mei di Jakarta. Namun tim penyelidikan Polri mengklaim sudah mengidentifikasi fisik beberapa pelaku yang diduga melakukan penembakan. Alhasil, Polri hanya pada kesimpulan adanya penembak misterius (petrus) yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK) dalam kerusuhan pascapilpres 2019 tersebut.
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Ario Seto menerangkan, dari sembilan korban yang meninggal dunia dipastikan dari kalangan sipil. Tim investigasi kepolisian, kata dia sudah melakukan autopsi terhadap empat yang meninggal dunia. Sementara yang lainnya kata dia, tak sempat dilakukan autopsi lantaran tak diizinkan keluarga. Kata dia dari yang diautopsi ditemukan dua jenis peluru.
“Yang pertama ditemukan ditubuh korban kaliber 9,17 milimeter. Yang kedua, ditemukan kaliber 5,56 milimeter,” ujar Ario saat konfrensi pers investigasi Polri dalam kerusuhan 21-23 Mei, Jumat (5/7). Ia menerangkan, kaliber pertama ditemukan pada tubuh korban Harun al-Rasyid. Korban belia 15 tahun itu ditemukan di dekat jalan layang (fly over) Slipi, di Jakarta Barat (Jakbar). Polri mengatakan Harun ditembak peluru tajam pada bagian dada sebelah kiri dengan jarak tak lebih dari 30 meter.
Kata Ario, kesimpulan autopsi dan uji balistik dari temuan peluru dan luka pada tubuh Harun, disimpulkan almarhum ditembak dari arah samping. “Harun ditembak dengan arah tembakan miring menggunakan pistol,” kata Ario. Ia melanjutkan sejumlah kesaksian kepada tim investigasi di Polres Jakarta Barat (Jakbar) mengatakan, senjata api yang digunakan untuk menembak pelajar kelas sembilan itu berwarna hitam.
Sedangkan peluru kedua, kaliber 5,56 milimeter, kata Ario ditemukan pada tubuh Abdul Aziz. Jenazah korban yang teridentifikasi 27 tahun itu ditemukan di jarak sekitar 100 meter dari fasilitas Brimob yang berada di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat (Jakpus).
Kata Ario, autopsi terhadap korban ditemukan luka dengan peluru tajam pada bagian punggung belakang. Uji balistik menyimpulkan, kata Ario, Abdul Aziz ditembak dari arah belakang dengan jarak yang sama seperti Harun. Dua korban lain, Rehan Fajari yang baru berusia 16 tahun dan Bachtiar Alamsyah, 22 tahun, kata Ario, juga tertembak peluru tajam.
Akan tetapi, proses autopsi terhadap Rehan dan Bachtiar tak menemukan proyektil tertinggal. Adapun lima lainnya, kata Ario tak sempat dilakukan autopsi. “Karena pihak keluarga tidak berkanan,” kata dia.
Namun Kabag Humas Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra pada Juni lalu, pernah mengatakan, selain empat nama yang diautopsi, empat korban lainnya yang tidak dilakukan pengujian laboratorium, juga diduga kuat meninggal karena peluru tajam.
Bahkan Asep pernah mengatakan, ada satu korban selamat yang terkena peluru tajam dengan kaliber 9,00 milimeter. Ario melanjutkan, dari autopsi dan uji balistik atas korban Harun dan Abdul Aziz, penyelidikan Polri meyakini arah tembakan tak berasal dari satuan Brimob yang saat itu melakukan pengamanan kerusuhan. “Pengamanan Polri berjarak seratus meter dari ditemukannya korban Harun. Dan korban Abdul Aziz ditembak orang tidak dikenal dari arah belakang” ujar Ario.
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo pun kembali menegaskan, instruksi jelas satuannya yang tak menggunakan peluru tajam saat pengamanan 21-23 Mei. Namun kata dia, terkait ‘petrus’ atau ‘otk’ pelaku penembakan, tim investigasi Polri mengidentifikasi seseorang di lokasi kejadian yang saat ini dalam pengejaran. “Ada seorang laki-laki dengan tinggi kira-kira 175-an centimeter, berambut panjang, kurus. Dia menembakkan dengan tangan kiri. Ada saksinya,” kata Dedi. Saat ini, kata Dedi orang tersebut dalam pencarian Polri.