Jumat 05 Jul 2019 09:42 WIB

ICW: Pos Menteri Jangan Cuma Diisi Atas Imbal Jasa Politik

ICW menyoroti banyaknya partai koalisi yang mendukung Jokowi-Ma'ruf.

Rep: Mabruroh, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Aktivis ICW, Adnan Topan Husodo.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Aktivis ICW, Adnan Topan Husodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, agar pos menteri jangan hanya diisi oleh mereka yang berjasa dalam Pilpres. Pos menteri harus dapat diisi oleh sosok yang profesional dan bertanggung jawab.

“Jika semua urusan pos menteri berlatar hanya soal jasa politik, ini tentu akan mengancam rencana pembangunan negara,” kata aktivis ICW, Adnan Topan kepada Republika, Jumat (5/7).

Baca Juga

Menurut Adnan, dengan banyaknya partai koalisi yang mendukung pasangan 01, tidak serta merta kemudian harus seluruh parpol koalisi diberikan jatah menteri. Tetap harus dikompromikan dan harus memenuhi standar kompetensi dan memiliki integritas.

“Ya kalau soal perlu tidaknya harus dikompromikan dengan berbagai hal, termasuk RPJMN yang sudah ada,” kata Adnan.

Adnan memaklumi, bahwa orang-orang yang menduduki jabatan menteri tidak lepas dari mereka kalangan partai. Karena memang ada kontribusi mereka bagi pemenangan Joko Widodo dan M'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

“Tapi Presiden dan partai harus punya standar kriteria menteri seperti apa, yang kompeten, punya intergritas, dan itu artinya (mereka kalangan partai pun) harus melewati proses screening yang baik,” tutur Adnan.

Misalnya lanjut dia, Presiden bisa melibatkan atau meminta masukan dari unsur PPATK, KPK, BNN, BNPT, hingga Dirjen Pajak. Untuk mengecek persoalan yang mungkin dimiliki oleh para calon menteri ini.

“Termasuk juga, Presiden perlu meminta para menterinya menandatangani pakta integritas dan siap dicopot jika ada masalah (dikemudian hari),” kata Adnan.

Saat ditanyakan, berapa persentase dari ICW untuk jatah menteri dari partai dan kalangan profesional, Adnan enggan menjawab. ICW mempercayakan hal tersebut sepenuhnya hak presiden.

Hanya saja ia menitipkan pesan agar penegak hukum dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan RB) bukan dari kalangan politikus. “Wah itu biar saja presiden yang buat keputusannya, yang pasti penegak hukum jangan dari politikus dan Menpan RB jangan dari politikus,” pesannya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap kabinet menteri era Joko Widodo-Ma'ruf mendatang sebaiknya seimbang diisi antara kalangan profesional dan partai politik. JK menilai, komposisi seimbang antara kalangan profesional dan partai politik dapat mendukung jalannya Pemerintahan yang baik

"Setidak-tidaknya 50:50 antara menteri dari partai (dan menteri dari kalangan profesional," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (2/7).

Menurut JK, menteri yang berasal dari partai politik bukan berarti tidak profesional. JK menilai, banyak juga menteri dari partai politik yang profesional dan juga memiliki keahlian.

Karenanya, ia menilai wajar jika menteri diisi dari gabungan dari kalangan profesional dan partai politik. "Dan itu juga tidak berarti tidak profesional. Banyak juga menteri dari partai itu juga prifesional. di samping yang profesional sendiri yang mungkin nonpartai," kata JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement