Rabu 03 Jul 2019 17:47 WIB

Pascaserangan, Ratusan Warga Lanjutkan Perburuan Babi Hutan

Empat warga diserang babi hutan yang turun ke perkebunan dari hutan.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Reiny Dwinanda
Babi hutan (ilustrasi)
Foto: REUTERS
Babi hutan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Ratusan warga desa melakukan perburuan terhadap babi hutan pasca serangan yang menyebabkan tiga orang terluka dan seorang meninggal. Perburuan celeng itu juga melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari Tagana, Perbakin, BPBD, Polsek, dan anggota Koramil.

''Sebenarnya perburuan sudah dilaksanakan sejak Selasa (2/7) malam, namun babi hutan itu tidak berhasil ditemukan, sehingga perburuan dilanjutkan hari ini,'' jelas Koordinator Tagana Banyumas, Ady Candra, Rabu (3/7).

Baca Juga

Perburuan yang dilakukan hingga Rabu siang, menurut Ady, masih belum berhasil menemukan keberadaan kawanan babi hutan yang menyerang warga. Ia menduga babi hutan sudah masuk lebih jauh ke dalam hutan.

''Kami masih di hutan, tapi belum berhasil menemukan seekor pun babi hutan,'' katanya.

Sekawanan celeng menyerang empat warga yang sedang berada di ladang pinggir hutan sisi selatan gunung Slamet dalam kejadian terpisah. Akibat serangan tersebut, Karsikin (48), warga Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng mengalami luka cukup parah sehingga harus dirawat di RS Wijayakusuma Purwokerto.

Sementara itu, Maksum (52), Warsinah (70), dan Rahmat Suwaryo (52) yang merupakan Desa Windujaya Kecamatan Kedungbanteng, sempat dirawat di RS Islam Purwokerto. Warsinah dan Rahmat mengalami luka terbuka di beberapa bagian tubuhnya akibat digigit babi hutan, sedangkan Maksum yang mengalami luka ringan hanya perlu dirawat jalan.

Warsinah meninggal dunia pada Selasa (2/7) malam sekitar pukul 20.30 WIB. Menurut petugas medis RS Islam Purwokerto, Warsinah meninggal karena terlalu banyak mengeluarkan darah akibat luka terbuka di beberapa bagian tubuhnya.

Ady Candra menyatakan, warga dan anggota berbagai elemen masyarakat memutuskan untuk memburu babi hutan di kawasan hutan dekat wilayah korban, karena warga khawatir serangan babi hutan itu akan berulang. Terlebih pada musim kemarau seperti sekarang, di mana pangan alami babi hutan di habitat mereka semakin berkurang.

''Serangan babi hutan dengan merusak tanaman di perkebunan warga sebenarnya sudah sering terjadi, terutama pada musim kemarau, namun untuk serangan pada warga yang menyebabkan luka parah, baru sekarang terjadi,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement