Selasa 02 Jul 2019 20:34 WIB

Peneliti LIPI Nilai Jokowi tak Harus Bagi-Bagi Kursi Menteri

Pada periode kedua, Jokowi tak punya kewajiban memelihara pendukung tradisional.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin (kedua kiri) menghadiri Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Ahad (30/6/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin (kedua kiri) menghadiri Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Ahad (30/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah kabar rekonsiliasi dan peluang bergabungnya parpol pendukung Prabowo-Sandi ke kabinet Jokowi-Maruf Amin, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor justru memprediksi Jokowi bisa jadi tidak lagi menghiraukan untuk bagi-bagi kursi ke parpol pendukungnya. Kapuslit Politik LIPI ini menilai bisa jadi Jokowi akan lebih fokus mempercepat kerja pemerintahannya, seperti yang disampaikan dalam Nawacita II fokus pada penguatan sumber daya manusia (SDM).

"Jokowi tidak punya keharusan untuk memelihara dukungan dari pendukung tradisionalnya. Oleh karena itu pertimbangan pilihan-pilihan Jokowi akan lebih bebas dan lebih bisa mengarah pada kepentingan bangsa daripada sekadar kepentingan bagi-bagi kursi parpol pendukungnya," kata Firman Noor kepada wartawan, Selasa (2/7).

Baca Juga

Ia menilai, justru akan lebih baik bagi Jokowi bila kabinet yang akan dibentuk nanti lebih fokus pada peningkatan kinerja presiden dan penyelesaian persoalan bangsa yang sangat penting untuk diselesaikan. Dan peluang Jokowi untuk memilih kabinet profesional ini sangat besar sekali, karena tanpa ada dukungan tidak terlalu masalah. Sebab, tidak lagi kedepan bagi Jokowi mencari dukungan politik.

Hal itulah yang pernah dilakukan mantan Presiden SBY saat di periode keduanya bersama Boediono pada 2009. "Nah saya berharap seperti itu, kabinet yang dipilih Jokowi bisa terlepas dari kepentingan partai-partai, jadi bukan sekedar simbolis barter politik, namun performa kabinet kurang baik, tapi benar-benar kabinet profesional yang mampu menggenjot performa kinerja pemerintahan," tegasnya.

Kalau upaya Jokowi menunjuk kabinet yang murni profesional dan minim barter kursi politik ini dipersoalkan parpol pendukung, menurut Firman, justru sesuai dengan janji Jokowi. Karena, sejak awal Jokowi juga telah menegaskan tidak akan ada bagi-bagi kursi politik, bahkan sejak di pemerintahan pertamanya. Dan itulah, menurut dia, yang selama ini dituntut masyarakat.

"Kalau mindset-nya profesionalisme, ada baiknya Jokowi tidak terlalu pusing bagi-bagi kursi," terangnya.

Jadi di periode kedua ini, sambung dia, Jokowi harus mengisi posisi kabinet orang orang terbaik. Kalaupun orang yang terbaik itu dari parpol pendukung, atau parpol diluar pendukung seperti di Demokrat misalnya, Jokowi bisa gunakan alasan itu untuk mengambil calon menteri dari parpol diluar pendukung 01.

"Jadi sekarang bola ada di Jokowi kabinet apa yang ia inginkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahannya. Bisa jadi kalau dilihat sosok profesional dari parpol di bukan hanya dari parpol pendukung 01, tapi dari 02 pun akan ada peluang diajak untuk bergabung," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement