REPUBLIKA.CO.ID, DAVAO -- Upacara pengibaran bendera tiga negara (Filipina, Indonesia dan Jepang) mengawali dibukanya kegiatan Latihan Bersama Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut atau yang dikenal juga sebagai Marine Pollution Exercise (MARPOLEX) Tahun 2019, pada Selasa (2/7).
Bertempat di Pelabuhan Davao, Phillipine Coast Guard (PCG) Commandant, Admiral Elson Hergomino menyampaikan, pelatihan ini diikuti oleh sambutan dari Komandan Sea and Coast Guard Indonesia yang disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Ahmad serta Komandan Japan Coast Guard (JCG) yang disampaikan oleh Vice Commandant for Operation JCG, Vice Admiral Takahiro Okushima.
Elson menyebutkan, sebanyak sembilan unit kapal patroli dari Indonesia, Filipina dan Jepang terlibat dalam acara Regional Marpolex 2019. "Filipina mengerahkan 5 kapal patroli yaitu BRP Batangan, BRP Malamawi, BRP. Cape San Agustin, BRP Panglao dan BRP Corregidor dan juga 1 unit pesawat BN. Islander 251. Sedangkan Indonesia mengerahkan KN. Sarotama, KN. Gandiwa dan KN. Kalawai. Sementara Jepang mengirimkan kapal PLH.02 Tsugaru dengan panjang 105 meter," ungkap Elson.
Sementara Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo mengatakan, kegiatan Marpolex dilaksanakan berdasarkan perjanjian bilateral antara Indonesia-Filipina yakni Sulu Sulawesi Oil Spill Response Network Plan 1981. Tujuan utamanya untuk menguji dan mengevaluasi kemampuan Indonesia dan Filipina dalam menanggulangi musibah tumpahan minyak, khususnya yang terjadi di wilayah perairan Indonesia dan Filipina.
“Tidak hanya menguji coba kesiapsiagaan personil dan peralatan dalam penanggulangan tumpahan minyak, latihan ini juga menguji coba prosedur, alur komando, komunikasi, dan organisasi operasi penanggulangan tumpahan minyak dengan melibatkan seluruh kapasitas nasional dan juga bantuan negara tetangga,” kata Agus dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (2/6).
Petugas melokalisasi tumpahan minyak saat simulasi. (Ilustrasi)
Marpolex 2019, lanjut Agus, merupakan latihan yang ke-22 yang dilaksanakan di bawah kerangka perjanjian bilateral tentang pencemaran lingkungan laut antara Filipina dan Indonesia sejak tahun 1986. Sementara Jepang melalui Japan Coast Guard (JCG)-nya baru bergabung sejak tahun 1995.
Latihan tersebut, menurut dia, juga berguna untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan para stakeholder di industri perminyakan untuk turut serta memerangi, mengendalikan, serta menanggulangi musibah tumpahan minyak di laut. Latihan ini juga merupakan bentuk komitmen Indonesia, Filipina, dan Jepang dalam mengimplementasikan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Oil Spill Response Action Plan dan Sulawesi Oil Spill Network Response Plan.
“Latihan ini juga merupakan bukti kita kepada dunia bahwa kita peduli, turut aktif berpartisipasi dan bersama-sama menanggung tanggung jawab untuk menjaga dan meningkatkan perlindungan lingkungan maritim,” tegasnya.
Dikatakan Agus, pelatihan ini tentunya juga menjadi kebanggaan dan kesempatan bagi Indonesia menunjukan keahlian, kemampuan dan kerjasama jajaran petugas Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai atau Indonesia Sea and Coast Guard. Tentunya, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang memiliki 5 pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP), 296 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia dengan total armada kapal patroli sebanyak 378 unit di UPT Ditjen Perhubungan Laut dan 39 unit di 5 pangkalan PLP akan mengoptimalkan seluruh kemampuan personel dalam acara Marpolex. "Ini guna mengharumkan nama Indonesia di pergaulan Internasional khususnya terhadap lembaga Sea and Coast Guard negara pantai di dunia," ujarnya.
Sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran, di mana Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP).
Pada kesempatan tersebut, Direktur KPLP, Ahmad selaku Head of Delegation Indonesia menjelaskan keterlibatan rutin Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub cq. Direktorat KPLP dalam kegiatan Marpolex ini didasari oleh Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut yang menetapkan Menteri Perhubungan sebagai Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut tingkatan Tier 3.
"Tier 3 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut berskala nasional dan lintas batas negara yang dilakukan bila operasi penanggulangan tumpahan minyak tidak dapat ditanggulangi oleh kemampuan lokal," tuturnya.
Oleh karena itulah, menurut Ahmad, kegiatan Marpolex dilakukan, yakni untuk menguji kapabilitas personil Sea and Coast Guard masing-masing negara dalam menanggulangi kejadian tumpahan minyak Tier 3 dan juga untuk memfamiliarisasikan serta menguji sistem koordinasi lintas batas negara dengan instansi Coast Guard antar negara dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut.
“Oleh sebab itulah, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan cq. Direktorat KPLP yang diberikan tanggung jawab untuk mewakili Indonesia pada setiap kegiatan Marpolex," ujar Ahmad.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006, Menteri Perhubungan telah membentuk PUSKODALNAS dan menunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut selaku Kepala PUSKODALNAS sekaligus Koordinator Misi Tingkatan Tier 3.
Adapun Tier 1 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) dan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain.
Sementara Tier 2 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain berdasarkan tingkatan Tier 1.
Sedangkan Tier 3 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR Pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia di suatu wilayah berdasarkan tingkatan Tier 2, atau menyebar melintasi batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.