REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelarkan sidang pendahuluan sengketa perselisihan hasi pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 mulai 9 Juli mendatang. Saat ini MK sudah meregistrasi 260 perkara PHPU Pileg 2019 pada hari ini.
"Nanti kita mulai sidang itu tanggal 9 Juli untuk sidang pendahuluan," ujar Fajar di Jakarta, Senin (1/7).
Pada sidang pendahuluan nanti, MK akan mendengarkan pokok-pokok permohonan dari para pemohon. Kemudian, MK akan menggelar sidang pemeriksaan pada 15 Juli - 30 Juli 2019. Pembacaan utusan akan dilakukan pada 6 Agustus - 9 Agustus 2019.
"Jadi sampai 30 Juli sudah selesai sidangnya. Pengucapan putusan itu 6 sampai 9 Agustus. Pada 9 Agustus harus selesai semua, terlepas nanti misalnya ada putusan yang harus ditindaklanjuti, kalau memang ada. Itu sudah soal lain," ungkap Fajar.
Fajar mengatakan, lamanya persidangan untuk PHPU Pileg berbeda PHPU Pilpres. Jika lamanya persidangan sampai putusan PHPU Pilpres selama 14 hari, maka PHPU Pileg akan berlangsung paling lama 30 hari sejak perkara PHPU Pileg diregistrasi.
Lebih lanjut Fajar menuturkan, pihaknya sudah meregistrasi 260 perkara PHPU pileg.
Ke-260 perkara tersebut sudah dicatat ke dalam buku register parkara konstitusi (BRPK) dan pemohonnya telah menerima akta register perkara konstitusi (ARPK).
MK sebenarnya menerima 340 perkara PHPU Pileg yang terdiri dari 330 perkara PHPU Pileg DPR RI dan DPRD (provinsi dan kabupaten/kota) dan 10 PHPU Pileg DPD RI. Namun, setelah diperiksa oleh MK, kata Fajar yang teregistrasi hanya 260 perkata PHPU Pileg yang terdiri dari dari 250 PHPU Pileg DPR RI dan DPRD dan 10 PHPU Pileg DPD RI.
"Kenapa 340 perkara menjadi 260 perkara? Karena itu ada permohonan yang double-double. Misalnya PKB itu mengajukan permohonan lebih dari 1 kali, dia menerima AP3 (akta pengajuan permohonan pemohon) jadi 2. Nanti partai yang lain mengajukan 3 kalu di provinsi yang sama. Nah itu kemudian dijadikan 1 (satu) maka ahirlah kemudian jumlah 260 perkara," kata dia.
Untuk perkara PHPU Pileg DPR RI dan DPRD, kata Fajar, semua parpol peserta pemilu mengajukan sengketa. Parpol yang paling banyak mengajukan, kata dia adalah Partai Berkarya sebanyak 34 permohonan, disusul Partai Demokrat sebanyak 23 permohonan dan Partai Golkar sebanyak 21 permohonan.
"Selain 34 permohonan, Partai Berkarya juga mengajukan satu perkara yang diregistrasi khusus yakni perkara soal parliamentary threshold (PT) atau ambang batas pileg yang menurut mereka lolos PT 4 persen," tutur Fajar.
Sementara untuk DPD RI, lanjut Fajar, terdapat 10 perkara yang tersebar 6 provinsi, yakni 3 perkara dari Papua, 2 perkara dari Sumatera Utara, 2 perkara dari Maluku Utara, masing-masing 1 perkara dari NTB, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat.
"Dari 260 perkara itu, terdapat satu perkara yang diajukan oleh masyarakat adat Papua untuk sengketa Pileg. Soal legal standing mereka, itu diserahkan hakim MK menilainya," kata Fajar.
Setelah diregistrasi, MK akan mengirimkan salinan permohonan dari pemohon kepada termohon (KPU dan jajarannya), Bawaslu serta para pihak terkait agar mereka menyiapkan jawaban dan keterangannya serta alat bukti yang diperlukan untuk membantah dalil-dalil pemohon.