REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Ratusan petani di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, hampir dipastikan gagal panen. Pasalnya, kemarau panjang yang melanda sejak dua bulan terakhir telah membuat sawah mereka kering. Kerugian pun ditaksir hingga Rp 3 miliar.
Kekeringan di Kecamatan Cibarusah melanda Desa Ridogalih, Ridomanah, dan Sinarjati. Hujan di sana tak turun lagi sejak bulan Mei 2019, padahal petani sangat bergantung terhadap air tadah hujan untuk mengairi sawah mereka.
Sekretaris Kelompok Tani dan Nelayan Andalan Kecamatan Cibarusah, Kusnaedi, mengatakan, kemungkinan gagal panen itu memang sudah di depan mata. Setidaknya 500 hektare sawah di tiga desa itu akan gagal panen
"Total lahan 1.655 hektare, ya sekitar 500 hektare itu sudah bisa dipastikan bakal gagal panen," kata Kusnaedi, Senin (1/7).
Ia menjelaskan, kerugian petani yang mengelola 500 hektare itu karena biaya operasional yang sudah dikeluarkan. Seperti pembelian bibit, pupuk, upah tanam dan juga sewa traktor. “Ya sekitar Rp 6 juta lah per hekate ruginya," kata dia.
Berdasarkan taksiran kerugian itu dan jumlah lahan pasti gagal seluas 500 hektare, maka kerugian akibat kekeringan ini menyentuh angka Rp 3 miliar. Menurut Kusnaedi, kerugian sebeaar itu akan ditanggung sekitar 100 orang petani.
Menurut dia, meski hujan turun dalam waktu dekat, lahan seluas 500 hektare itu tetap tidak akan terselamatkan lagi. Karena kondisinya sudah terlanjur kering dan sebagian mati. "Kalau bulan kemarin turun hujan mah bisa terselamatkan, tapi kan ternyata tidak," ujar Kusnaedi.
Ia menceritakan, selama ini para petani di tiga desa itu sangat bergantung pada air tadah hujan dan air Kali Cimpamingkis. Sedangkan Kali Cipamingkis kondisinya saat ini juga sudah hampir kering, lantaran Bendungan Jatinunggal di Kabupaten Bogor sudah jebol sejak setahun terkahir. "Apalagi kita di sini tidak ada irigasi teknis, ya kalau kemarau bakal kekeringan," ucapnya.
Ia menambahkan, Kali Cihoe yang sumber airnya dari Gunung Batu, Kabupaten Bogor, juga tak bisa diharapkan. Pasalnya, air kali itu juga sudah mulai mengering. "Air kali itu bisa untuk kebutuhan rumah tangga saja sudah syukur, apalagi untuk sawah," kata dia.
Salah seorang petani di Desa Sinarjati, Dede Supriyadi (40) mengatakan, padi yang ia tanam kini sudah hampir memasuki masa panen. Namun, kondisinya kini mengering lantaran tak ada air lagi yang mengalir ke sawahnya itu.
"Padi seharusnya berbuah dan sudah mendekati masa panen, tapi malah mengering. Kekeringan ini bisa dilihat lumpur atau tanah yang ada di sawah juga sudah retak-retak," kata Supriyadi, Senin.
Lebih lanjut, Ia menyebut, kondisi itu membuat tanaman padinya terancam gagal panen. Meskipun sebagian padi mengeluarkan bulir, namun tidak berisi. "Kira-kira kalau gagal panen, bisa mencapai Rp. 10 jutaan setiap hektarnya," terang Supriyadi.
Butuh Solusi
Kusnaedi menyebutkan, kekeringan di tiga desa itu bukan kali pertama terjadi. Bencana ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Ia pun berharap agar ada solusi dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Selama ini, kata dia, pihak pemkab hanya memberikan bantuan beruapa bibit dan pupuk ketika musim tanam. Tapi, untuk mengatasi kekeringan akibat kemarau masih belum ada solusi. "Sejajuh ini solusinya dari pemkab tanam padinya setahun sekali saja sudah. Kalau dua kali bisa tambah rugi," ucapnya.
Sedangkan untuk sumur bor satelit atau jenis sumur yang kedalamannya hingga 80 meter, kata dia, memang sudah ada dibuat pemkab di beberapa titik. Tapi itu lebih diutamakan untuk kebutuhan rumah tangga. "Belum mengarah untuk kebutuhan pertanian," ucapnya.
Solusi lain seperti mengganti komoditas pertanian, menurut dia tetap tak memungkinkan. "Pindah tanam cabai ataupun mentimun, kan tetap butuh air. Soslusinya memang hanya air," tutur dia.