REPUBLIKA.CO.ID, OSAKA -- Presiden Joko Widodo mengangkat isu terkait akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan saat berbicara pada Sesi III KTT G20 Osaka dengan tema Addressing Inequalities and Realizing an Inclusive and Sustainable World. Diperlukan inovasi dalam dunia pendidikan mengikuti perkembangan digital yang kian masif.
"Kita semua paham bahwa akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting untuk mencapai target Sustainable Development Goals. Dan itu memerlukan kerja sama kita semua," kata Presiden di depan para pemimpin negara anggota G20 di Osaka Jepang, Sabtu (29/6).
Terkait pendidikan, Presiden menegaskan perlunya penyesuaian sistem pendidikan saat ini yang menurutnya masih mengikuti pola pendidikan yang lama. Padahal, di era digital seperti sekarang ini, ada perubahan terkait pola mental dan pola pergaulan anak-anak di abad ke-21.
Menurut dia, anak anak sekarang hidup di era YouTube Video yang rata-rata durasinya hanya 12 menit. Mereka terbiasa dengan fitur Video Instagram atau Twitter yang rata-rata panjangnya enam menit atau bahkan sependek satu menit.
"Dulu, anak-anak bergaul dengan misalnya naik sepeda bersama, sekarang anak kita bergaul dengan ramai-ramai main video game Massive Multi-Player Online Game seperti Fortnite dan Minecraft," ujar Presiden seperti disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.
Kemudian terkait dengan partisipasi perempuan, Jokowi mengatakan bahwa peran perempuan di dalam ekonomi, politik dan kehidupan bermasyarakat masih jauh dari potensi yang ada. Padahal, di era berbagai tren yang dipicu digitalisasi dan globalisasi, perempuan bisa lebih unggul daripada pria.
"Perempuan lebih rajin, lebih tekun, lebih detail, lebih sabar, dan lebih team-work daripada kita. Karena e-commerce dan teknologi membutuhkan karakter seperti itu, sehingga meningkatkan partisipasi perempuan dalam bisnis, ekonomi dan politik otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional di era digital," katanya.
Oleh sebab itu, ke depan pemerintahannya akan fokus pada pembangunan sumber daya manusia. Indonesia memiliki 68,6 persen atau sekitar 181,3 juta orang berada pada usia produktif.
"Agar penduduk usia produktif tersebut menjadi bonus demografi diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing," ujar Jokowi.
Selain itu di tingkat kawasan, Jokowi juga menyampaikan para pemimpin ASEAN baru saja mengadopsi ASEAN Outlook on Indo-Pacific yang berisi sikap, cara pandang dan kesiapan ASEAN untuk bekerja sama dengan pihak manapun. Ini merupakan kontribusi ASEAN bagi upaya menjaga stabilitas dan perdamaian serta menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkesinambungan.
"Kerja sama jelas diperlukan, pertama untuk memecahkan masalah sumber pendanaan yang tidak hanya dari pemerintah, tapi dari swasta, melalui inovasi keuangan seperti blended finance. Kedua, kerja sama dalam sertifikasi keahlian atau standar kompetensi. Semakin sertifikasi dapat diterima secara regional, akhirnya secara internasional semakin besar manfaat dari pelatihan vokasi dan keterampilan praktis buat pekerja kita," ucap Jokowi.