REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ombudsman Jakarta Raya menilai, Pemprov DKI Jakarta tidak menjalankan pelaksanaan PPDB 2019 sesuai Permendikbud 51/2018. Ombudsman menganggap Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan malaadministrasi.
“Kami menyatakan Pemprov DKI Jakarta sama sekali tidak menjalankan sistem zonasi,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho.
Dia mengatakan, dalam PPDB kali ini harusnya mengacu pada lokasi domisili siswa terdekat dengan zona sekolah. Tetapi, kata dia, Pemprov DKI malah mengutamakan nilai ujian nasional (UN) sebagai prioritas. “Malah yang diperhitungkan pertama itu nilai UN, kedua lokasi (zonasi), ketiga nomor urut pendaftaran, dan keempat waktu pendaftaran. Jadi, kalau dilihat dari juknis DKI sama sekali tidak mempergunakan sistem zonasi,” ujar dia.
Permendikbud 51/2018 mengatur kuota seleksi PPDB hanya dibagi menjadi tiga jalur, yaitu 90 persen melalui jalur zonasi, lima persen jalur prestasi, dan lima persen jalur migrasi orang tua. Belakangan, Mendikbud Muhadjir Effendy merivisinya persentase tersebut melalui surat edaran yang dikeluarkannya.
Disdik Pemprov Jawa Tengah merevisi besaran kuota jalur prestasi pada PPDB SMA/ SMK tahun 2019. Berdasarkan revisi ini, sekolah bisa menerima siswa jalur prestasi maksimal 15 persen dari total daya tampung sekolah. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, kuota revisi jalur prestasi ini diputuskan Kemendikbud untuk mengakomodasi siswa yang berprestasi dari luar zonasi.
Oleh karena itu, gubernur berharap, kebijaksanaan ini bisa membuat orang tua calon siswa untuk tidak lagi cemas. Bahkan, tidak ada lagi yang coba-coba memanipulasi surat domisili demi anaknya bisa masuk di sekolah yang diminati. “Karena, PPDB ini juga dalam rangka mengajak masyarakat untuk berinvestasi kejujuran,” ujar dia.
Peminat SMK turun
SMK Negeri 14 Kota Bekasi, Jabar, semakin minim peminat. Untuk PPDB tahun 2019/2020, hanya ada 25 orang pendaftar, padahal SMK itu menyediakan kuota sebanyak 140. Penurunan ini diduga lantaran calon siswa di sekitar SMKN 14 lebih banyak memilih untuk masuk SMA negeri.
Staf bidang pendidikan SMKN 14 Anis mengatakan, penurunan jumlah calon siswa baru cukup drastis. Karena pada 2018 terdapat 80 orang calon siswa yang mendaftar. Angka itu menurun drastis pada tahun ini menjadi 25 orang calon siswa saja. Padahal, untuk pendaftaran SMK tidak diterapkan sistem zonasi. Sehingga, calon siswa bisa langsung mendaftar.
“Karena sistem zonasi SMA memungkinkan siswa yang jarak rumahnya dekat dengan sekolah diuntungkan dengan poin tambahan, mereka kemungkinan memilih mendaftar di SMA ketimbang SMK,” ujar Anis.
Penurunan jumlah siswa yang mendaftar juga terjadi di SMKN 3 Kota Bekasi. SMK yang berlokasi di Kelurahan Mustikajaya, Kecamatan Mustikajaya, ini mengalami penurunan cukup signifikan. Wakil Kepala Sekolah SMK 3 Yuni mengatakan, penurunan itu mulai tampak ketika hari pendaftaran. Pendaftar hanya ramai di hari pertama, kontras dengan tahun lalu yang ramai hingga hari ketiga.
“Tahun kemarin ada sekitar 1.100, tapi sekarang 2019 berdasarkan data terinput hanya 724 calon siswa,” kata Yuni. Dia meyakini, sistem zonasi menjadi penyebab penurunan ini. Sebab, sistem zonasi membuat siswa lebih berpeluang besar diterima di SMA.
n bowo pribadi/febryan ed: mas alamil huda