REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Taufiqulhadi mengingatkan Undang-Undang Anti Narkotika sudah saatnya direvisi. Undang-undang yang dipakai saat ini dinilai sudah tak relevan.
"UU anti Narkotika memang saatnya direvisi. Norma-norma yang ada dalam pasal-pasal UU Antinarkotika ini sudah tidak mampu mengantisipasi perkembangan saat ini," kata Taufiqulhadi saat dihubungi, Kamis (27/6).
Taufiqulhadi menyampaikan, UU nomor 35 tahun 2009 yang saat ini dipakai dalam pemberantasan narkotika terlampau sederhana. Sehingga, kerap kali UU tersebut tak membedakan antara pengedar dan pemakai.
"Baik pemakai mau pun pengedar semua divonis penjara. Seharusnya bagi pengguna diambil tindakan rehabilitasi," kata Taufiqulhadi.
Politikus Nasdem ini enggan menyalahkan penegak hukum polemik pemberantasan narkoba yang kerap luput rehabilitasi pada para pecandu. Pasalnya, kata Taufiqulhadi, tempat rehabilitasi masih terbatas.
"Tapi kalau UU ini sudah direvisi, saya berharap anggaran untuk kebijakan rehabilitasi juga sesesuaikan," kata dia.
Meski seruan untuk revisi UU tersebut telah muncul selama beberapa tahun belakangan, nyatanya hingga saat ini rancangan Undang-Undang yang baru untuk mengganti UU nomor 35 tahun 2009 belum juga diselesaikan. Taufiqulhadi mengatakan, DPR RI akan menunggu naskah akademik UU tersebut dari pihak pemerintah untuk segera dibahas di DPR RI.
"Saya rasa tidak bisa periode DPR sekarang. Tapi periode mendatang. Saya rasa naskah akademik sudah dibuat pemerintah dan segera akan dimasukkan ke DPR," kata Taufiqulhadi.
Kepala Badan Narkotika Nasional BNN RI Komisaris Jenderal Polisi Heru Winarko mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait revisi regulasi Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.
Revisi yang dimaksud berkaitan dengan "assesment" atau penilaian secara hukum dan medis terhadap penyalahguna narkotika sebelum diproses lebih lanjut.
"Sekarang sedang diajukan untuk revisi, karena ada di pemerintah. Kita tekankan masalah assesment ini," ujar Heru dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (26/6).
Ia mengatakan, penyalahguna narkotika akan menjalani penilaian secara hukum maupun medis, sehingga tidak langsung dikenai ancaman pidana terlebih dahulu.