Kamis 27 Jun 2019 17:26 WIB

MK Sebut Bukti Video tidak Mampu Perkuat Permohonan 02

MK menyatakan dalil-dalil dari pihak 02 Prabowo-Sandi tidak beralasan hukum.

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Ratna Puspita
Suasana Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan alat bukti berupa rekaman video yang diajukan oleh pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak mampu memperkuat dalil permohonan mereka. Karena itu, MK menyatakan dalil-dalil dari pihak 02 tidak beralasan hukum.

"Pemohon tidak menjelaskan seperti apa kejadian dalam video, siapa yang ada dalam rekaman itu, di mana lokasinya, pemohon juga tidak menjelaskan keterkaitan antara dalil yang disampaikan dan hasil perolehan suara paslon capres-cawapres. Karena itu, dalil tidak beralasan menurut hukum," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dalam persidangan pembacaan putusan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres 2019 di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6). 

Baca Juga

Dalil yang dimaksud, yakni dugaan kecurangan oleh oknum petugas pemungutan suara yang mencoblos surat suara untuk salah satu paslon capres-cawapres. Kejadian ini terjadi di Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) dan Klender (Jakarta Timur). 

Hal serupa juga terjadi dalam dalil pemohon yang menduga adanya kecurangan oleh oknum yang membawa kabur formulir C1 di Jakarta Timur.  Oknum yang disebut pemohon sebagai pihak tidak dikenal ini membawa formulir C1 masuk ke dalam mobil. 

"Untuk membuktikan dalilnya, pemohon mengajukan rekaman video. Namun, termohon (KPU) menyatakan kesulitan mengidentifikasi siapa orang yang dimaksud di dalam video ini sehingga termohon menyatakan dalil ini tidak berdasar," ujar hakim konstitusi I Gede Dewa Palguna.   

Termohon kemudian menyampaikan alat bukti berupa dokumen C1. Palguna melanjutkan, Bawaslu setempat lantas menjelaskan berdasarkan hasil pengawasan mereka, orang yang membawa pergi formulir C1 itu adalah anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Duren Sawit.  

Formulir itu dibawa untuk diserahkan ke Bawaslu Jakarta Timur. "Kesalahpahaman ini sudah diselesaikan dengan Laskar BPN 02. Bawaslu juga telah menyampaikan laporan penerimaan pengawasan ini," kata Palguna.

"Setelah mahkamah mencermati video alat bukti dan keterangan Bawaslu, persoalan ini telah terselesaikan sehingga dalil yang diajukan pemohon secara esensial sudah kehilangan objek," ujar Palguna.  

Dengan demikian, mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut dalil ini.  Selain hal-hal di atas, pihak 02 juga menyampaikan alat bukti yang tidak sinkron dalam dalil adanya surat  suara yang sudah tercoblos di Kabupaten Nias (Sumatera Utara).   

Palguna menerangkan pemohon mendalilkan adanya surat suara tercoblos di Nias, sedangkan alat bukti yabg diajukan berupa rekaman video yang menunjukkan peristiwa di Boyolali (Jawa Tengah). Dengan demikian, ada ketidakcermatan pemohon untuk mensinkronkan permohonan dengan alat bukti.

"Sehingga, mahkamah mengambil kesimpulan bahwa dalil pemohon tidak didukung bukti yang cukup sehingga tidak beralasan sesuai hukum," kata Palguna.

Sidang pembacaan putusan sengketa hasil pilpres 2019 dibuka oleh Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman. Sidang pada siang ini hanya mengagendakan pembacaan putusan dari perkara perselisihan hasil pilpres 2019 yang diajukan oleh Prabowo-Sandiaga Uno.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement