Rabu 26 Jun 2019 12:03 WIB

Baleg DPR Prioritaskan Bahas RUU Penyadapan

RUU Penyadapan ditargetkan menjadi undang-undang pada bulan depan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas.
Foto: dpr
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi DPR RI memprioritaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan untuk segera selesai sebelum masa jabatan anggota DPR RI periode 2014-2019 selesai pada September mendatang. Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas menuturkan, pengambilan keputusan RUU Penyadapan itu akan dilakukan bulan depan.

"Kemudian itu baru menjadi usulan inisiatif untuk diparipurnakan di DPR," kata Supratman saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (26/6).

Supratman menegaskan, dalam hal ini, tugas Badan Legislasi adalah menyusun rancangan undang-undang tersebut. Setelah selesai, Badan Legislasi akan memberikan RUU ke Badan Musyawarah, untuk segera dibahas dalam Rapat Paripurna.

Meski menargetkan dan menjadikan prioritas, selesainya UU tersebut tetap bergantung pada pemerintah. Saat RUU selesai dibahas dalam paripurna, RUU akan dikirim ke pihak pemerintah untuk mendapat respons atas RUU tersebut. Bila pihak pemerintah eksekutif cepat menjawab, maka RUU akan selesai semakin cepat.

Pembahasan RUU Penyadapan sendiri sudah melibatkan sejumlah pihak, utamanya penegak hukum, yakni KPK dan Kejaksaan. Selain itu, Badan Legislasi juga menerima masukan dari kepolisian. Garis besar yang dibahas, kata Supratman, adalah soal izin penyadapan.

"Intinya satu, penyadapan yang berkaitan dengan kewenangan KPK itu tidak perlu memerlukan izin dari pengadilan," kata dia.

Sementara, kata Supratman, untuk penegak hukum selain KPK, penyadapan harus mendapatkan izin dari pengadilan terlebih dahulu. Dalam hal ini, kata Supratman, Baleg akan memperkuat skema izin itu melalui undang-undang.

Supratman menambahkan, Badan Legislasi juga tengah membahas kewenangan penyadapan baru yang diusulkan Kejaksaan Agung, yakni penyadapan saat pelaksanaan eksekusi pengadilan dalam rangka mengejar aset. Kewenangan itu, kata Supratman juga masuk dalam draf.

"Saya tidak tahu itu disetujui atau tidak oleh fraksi-fraksi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement