Rabu 26 Jun 2019 07:37 WIB

Anies Kebut Pembangunan ITF

Pembangunan pengelolaan sampah dengan konsep ITF belum diatur perda.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Pekerja dengan menggunakan alat berat memindahkan sampah di area proyek Fasilitas Pengolahan Sampah Terpadu atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Pekerja dengan menggunakan alat berat memindahkan sampah di area proyek Fasilitas Pengolahan Sampah Terpadu atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyampaikan revisi atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Menurut Anies, revisi dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan proyek pengelolaan sampah dengan konsep ITF (intermediate treatment facility).

"Kita semua tahu bahwa kapasitas Bantargebang sudah mencapai 80 persen. Karena itu pembangunan ITF yang sudah kita luncurkan harus kita kebut supaya bisa selesai," ujar Anies setelah menghadiri rapat paripurna di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

Ia menjelaskan, ITF saat ini sangat dibutuhkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk mengelola sampah di Ibu Kota. Mengingat beban Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, sudah menampung 80 persen sampah atau sekitar 39 juta ton dari kapasitasnya 49 juta ton.

Rata-rata volume sampah yang dikirimkan dari Jakarta menuju TPST Bantargebang pada 2018 mencapai 7.452,6 ton per harinya. Sehingga diperkirakan daya tampung Bantargebang akan mencapai batas maksimal pada 2021.

Untuk itu, melalui revisi perda akan dibentuk fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA) yang diharapkan mampu mereduksi sampah di Jakarta hingga 80 persen. Karena diperlukan biaya mengolah sampah, Pemprov DKI mengusulkan terminologi baru, yakni biaya layanan pengolahan sampah (BLPS) dalam revisi perda tersebut.

BLPS akan dimasukkan dalam bagian pendanaan pengelolaan sampah. Selain itu, revisi perda ini juga dimaksudkan agar Pemprov DKI Jakarta dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam pengadaan dan pengoperasian sampah, baik itu dengan BUMD maupun swasta.

"Dulu ketika perda disusun belum ada asumsi ada ITF. Dan, dengan adanya ITF ini, pengelolaan sampah menjadi energi di sini dibutuhkan payung hukum dan insya Allah nanti dengan adanya perda ini maka kita bisa mempercepat realisasi kerja sama ITF yang lain-lain," kata Anies menjelaskan.

Dengan demikian, lanjut Anies, pembangunan empat ITF yang ditargetkan Pemprov DKI bisa terealisasikan. Jakarta pun bisa mengelola sampah sendiri dan tidak bergantung pada TPST Bantargebang.

ITF Sunter di Jakarta Utara menjadi salah satu ITF sudah di-//groundbreaking// pada 20 Desember 2018 lalu. Proyek pembangunan itu memerlukan dana sebesar 250 juta dolar AS yang dikerjakan bersama Fortum Power Heat and Oy, perusahaan yang bergerak di sektor pembangkit listrik dari Finlandia.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Andono Warih menjelaskan, BLPS atau tipping fee masih dalam tahap pengkajian oleh konsultan yang bekerja sama dengan Dinas LH. Ia mengatakan, pengkajian BLPS atau biaya yang dikeluarkan Pemprov DKI untuk mengolah sampah itu akan rampung pada bulan ini.

"Tipping fee untuk harga tersebut saat ini sedang dikaji oleh konsultan dan diharapkan akhir Juni ini bisa selesai," ujar Andono kepada Republika, Selasa (25/6).

Ia menambahkan, harga BLPS yang ditetapkan juga mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Disebutkan bahwa tipping fee maksimal Rp 500 ribu per ton.

Andono melanjutkan, BLPS memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang juga dirumuskan dalam revisi perda pengelolaan sampah. Sementara dana penjualan listrik menjadi pendapatan untuk PT Jakpro dan mitranya selama masa konsesi 25 tahun beroperasi.

Namun, saat ini besaran nilai perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) atau power purchase agreement (PPA) sedang dikaji studi kelayakannya oleh PT Jakpro. Selain itu, dilakukan juga koordinasi bersama dengan pihak PLN dan Kementerian ESDM.

"Besaran nilai PPA/PJBL sedang dikaji FS-nya oleh Jakpro dan saat ini paralel dirapatkan dengann pihak PLN dan ESDM," kata Andono.

Ia memaparkan, banyak komponen dalam menetapkan harga listrik dan menjadi kesatuan dalam kajian studi kelayakannya. Ia menyebut seperti jumlah output listrik rata-rata yang dihasilkan, standardisasi harga listrik, dan lain sebagainya.

Sementara, Sekretaris Komisi D Pembangunan DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga mengatakan, Peraturan daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah memang harus direvisi. Sebab, pembangunan proyek pengelolaan sampah dengan konsep ITF belum diatur dalam perda tersebut.

"Memang kalau pengelolaan sampah itu harus direvisi perdanya karena supaya nanti progres ITF-nya itu jalan. Karena kan belum ada perda tentang ITF, pengaturan-pengaturan tentang ITF-nya," kata Pandapotan saat dihubungi Republika, Selasa.

Ia menjelaskan, revisi perda dibutuhkan untuk menyesuaikan program ITF agar segera bisa dilaksanakan dengan payung hukum. Termasuk mempercepat pembangunan dan pengelolaan ITF yang ditugaskan kepada BUMD DKI, yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro) bekerja sama dengan Fortum Power Heat and Oy.

Namun, Pandapotan mengaku belum mengetahui secara perinci mengenai poin-poin yang tercantum dalam rancangan perda atas revisi perda pengelolaan sampah. Hal itu belum dibahas di Komisi D yang membidangi tentang kebersihan dan lingkungan hidup di Ibu Kota.

Ia menegaskan, DPRD DKI, khususnya Komisi D, mendukung program ITF ini. Sebab, rata-rata volume sampah yang dikirimkan dari Jakarta menuju Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi pada 2018 mencapai 7.452,6 ton per harinya.

"Kami dari kemarin, dari dulu kami kalau soal ITF selalu bilang kami dukung. Karena kami sudah fokus untuk pelaksanaan ITF-nya," kata anggota Fraksi PDIP itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement