Selasa 25 Jun 2019 13:42 WIB

BPN Nilai KPU tak Bisa Jawab Soal DPT Siluman di Sidang MK

BPN optimistis gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi diterima oleh MK.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Antara/ Red: Andri Saubani
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) bersama komisioner KPU lainnya selaku pihak termohon mengikuti sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) bersama komisioner KPU lainnya selaku pihak termohon mengikuti sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyebutkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa menjawab soal daftar pemilih tetap (DPT) siluman saat sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). BPN optimistis gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi diterima oleh MK.

"Bahkan KPU sampai penghabisan tidak berhasil menghasilkan alat bukti C7 yang diminta kuasa hukum Ini membuktikan memang KPU tidak mampu menjawab soal DPT siluman," kata Andre di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Baca Juga

Sidang di MK beberapa waktu lalu masih menjadi sorotan tajam bagi pihak Prabowo-Sandi. Banyak hal yang disoroti, salah satunya soal C7 (daftar hadir) yang tidak mampu dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Persidangan.

Andre menjelaskan, menghadirkan C7 saat sidang di MK dianggap penting. Karena, kata Andre, dari sana bisa dicocokkan apakah DPT siluman itu benar-benar digunakan.

"Sehingga kita bisa mencocokkan apa betul DPT siluman ini dipergunakan. tapi KPU sampai sidang berakhir tidak mau menyerahkan C7 itu sebagai alat bukti ke Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

Selain itu, kuasa hukum juga dinilai berhasil membuktikan dugaan terstruktur, sistematis, masif, bahwa ada permufakatan curang yang dibangun pada TOT (training of trainer) yang diselenggarakan oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Sandiaga. Ia juga mempertanyakan peran sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang membangun narasi kepada saksi bahwa kubu 02 adalah kubu yang diukung Islam radikal, kubu yang didukung khilafah dan anti Pancasila.

"Terbukti, TSM itu di mana kantong-kantong non-muslim pemilih Prabowo sangat sedikit, ini salah satu bukti," ujarnya.

Andre optimistis, MK akan mengabulkan gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi. Minimal, kata dia, MK akan merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

"Kami sangat optimis bahwa Insya Allah tanggal 27 nanti paling sial mudah-mudahan akan ada PSU. Walaupun Pak Prabowo dan Bang Sandi tidak langsung ditetapkan menjadi presiden 2019-2024," kata Andre.

Kuasa hukum pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga meminta MK untuk menjaga asas Pemilu, yakni langsung bebas rahasia (luber), jujur dan adil. "Asas pemilu luber jujur dan adil. Jadi yang dijaga MK adalah apakah penyelenggaraan pemilu sejalan dengan asas itu. Itu amanah UUD," kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Denny Indrayana.

Oleh karena itu, kata dia, putusan MK tentang sengketa Pemilu 2019 diharapkan dapat mengabulkan apa yang menjadi gugatannya. "Ini paling enggak (Mahkamah Konstitusi) diskualifikasi (pasangan Jokowi-Ma''ruf) atau paling tidak pemungutan suara ulang," kata Denny.

Pada sidang di MK, Rabu pekan lalu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari menilai, saksi dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno memberikan keterangan yang tidak relevan dalam sidang. Menurut Hasyim, saksi tidak yakin apakah data pemilih yang tidak valid hadir dan mencoblos pada 17 April 2019.

"Jadi, terhadap 17,5 juta (data pemilih tidak valid) tadi, saksi kan tidak bisa meyakini apakah (17,5 juta warga) hadir atau tidak pada hari pemungutan suara. Nah, karena tidak bisa meyakini hadir atau tidak, ya tidak bisa diyakini apakah kemudian jadi suara atau tidak. Maka kesimpulannya enggak relevan dari persoalan perolehan suara," ujar Hasyim.

Menurut Hasyim, saksi atas nama Agus Maksum itu tidak bisa mengkonfirmasi apakah data 17,5 juta pemilih yang tidak valid memiliki korasi kepada perolehan suara atau tidak. "Saksi kan enggak bisa meyakini, lha dia tidak bisa meyakini apakah itu hadir atau tidak kok," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement