Senin 24 Jun 2019 10:42 WIB

Serban, Wulang Reh, Kuda Putih, Hingga Jubah Diponegoro

Ternyata serban, juga, kuda putih lazim dikenakan Diponegoro

Pangeran Diponegoro naik kuda, mengenakan jubah dan surban, ketika beristirahat bersama pasukannya di bantaran sungai Progo, pada penghujung tahun 1830.
Foto:
Pangeran Diponegoro naik kuda, mengenakan jubah dan surban, ketika beristirahat bersama pasukannya di bantaran sungai Progo, pada penghujung tahun 1830.

Konfirmasi soal serban dan jubah yang lazim digunakan Pangeran Diponegoro kemudian terkonfirmasi pada saat dia tertangkap dan kemudian ditahan di Batavia (Jakarta). Dan yang melukis adalah seorang hakim kota Batavia yang bernama Adrianus Johannes Jan Bik. Jadi selain menjadi hakim Bik ternyata seorang pelukis piring cukup piwai, terutama melukis porselen.Kala itu Bik merupakan seniman yang paling terdidik di Hindia Belanda. Saat itu Bik melukis sang pangeran memakai pensil.

photo
Adrianus Johannes Jan Bik (kanan) yang melukis Pangeran Diponegoro (kiri). Terlihat sang pangeran mengenakan surban, jubah, dan terlihat berwajah tirus karena terserang malaria. Selain itu dipinggangnya terselip keris Bondoyudo yang kini tersimpan di Belgia.

Nah pada saat itu, Bik yang tengah bertugas di Batavia mendapat kiriman tahanan ‘kelas satu’ yang selama ini merepotkan Belanda, yakni Pangeran Dipongoro. Dia berhasil ditangkap setelah ditangkap secara licik di Magelang dengan alasan melakukan pertemuan Silaturahmi lebaran. Bik itulah yang kemudian mengawainya antara tanggal 8 April hingga 3 Mei 1830. Pada saat yang sama, Pangeran Diponegoro ditahan di Batavia setelah berhasil ditangkap secara licik di Magelang. Bik-lah yang mengawasi Diponegoro selama mendekam di Balai Kota (Stadhuis) antara 8 April sampai 3 Mei 1830.

Menurut Peter Carey, Bik mampu melukiskan Diponegoro dengan detail berikut ciri keagungan sang pangeran. Lukisan Bik mencitrakan Diponegoro sebagai ulama sekaligus panglima perang. Padahal, Diponegoro kala itu berstatus tahanan politik kelas kakap. Pater Carey mencatat ada 112 kiai, 31 haji, 15 syekh dan penghulu yang sepaham dengan Diponegoro. Bukan hanya itu, dalam babad Dipanegara versi Surakarta disebutkan bahwa banyak temenggung, kliwon, penewu, mantri pangeran arya hampir tiap malam datang ke Tegalrejo (markas perlawanan Diponegoro) berjanji setia dan akan mendukungnya dalam melakukan 'perang sabil' (perang suci di jalan Allah).

Tulis Peter Carey, kala itu Bik melukis Diponegoro mengenakan pakaian ratu adil sebagai seorang pemimpin perang sabil. Kepalanya yang bersorban putih tampak seperti baru saja cukur rambut. Di jidatnya terdapat paras nabi (titik hitam). Pipinya terlihat cekung sebab Diponegoro dalam pemulihan penyakit malaria tropis. Sedangkan keris yang dipakainya kala itu adalah keris Bondoyudo.

Lukisan Bik ini dengan sosok Pangeran Diponegoro mengenakan surban dan jubah ini samai kini sangat terkenal. Tak hanya gambar ini selalu ada dalam buku sejarah, malah pernah dicetak sebagai gambar mata uang. Pada tahun 1952 untuk pecahan Rp 100. Seri kedua dicetak tahun 1975 untuk pecahan Rp 1000.

Lalu siapa yang masih ragu soal sosok serban dan jubah? Mari belajar pada sejarah. Dan inilah kredo Pangeran Diponegoro ketika ditanya soal mengapa mengorbankan perang kepada kolonial Belanda seperti termaktub dalam 'Babad Dipanegara'.

Ngantepi Islamnya samya

Nglampahi parentah dalil

Ing Quran pan ayat Katal

Namung sing Rabulngalamin

Ing akerat punika

Tetepa ingkang sinuwun

(Semua orang memegang teguh Islam

Menjalankan perintah dalil

Ayat Qital dalam Al Quran

Hanya kasih Rabbul’alamin

Di akhirat lah

Yang tetap dimohon)

 

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement