REPUBLIKA.CO.ID, "Saya tadi baru saja telepon ke Denpom TNI Mayor Jenderal Dedi untuk koordinasi dengan Kababinkum TNI untuk sampaikan ke penyidik Pak Soenarko untuk supaya penangguhan penahanan."
Pernyataan itu dilontarkan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat menghadiri acara pertemuan dengan ulama di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (20/6). Soenarko yang dimaksud adalah mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko yang ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal sejak Mei 2019 dan ditahan di Rutan POM Guntur, Jakarta.
Soenarko ditangkap atas dugaan kasus penyelundupan senjata dari Aceh. Senjata itu diduga digunakan untuk diselundupkan dalam aksi massa yang berujung kerusuhan pada 21-22 Mei 2019.
Mabes TNI pun bergerak cepat atas instruksi Panglima. Hadi kemudian menandatangani surat permintaan penangguhan penahanan terhadap Soenarko pada Kamis (20/6) malam.
"Surat permintaan penangguhan penahanan kepada Kapolri ditandatangani Panglima TNI pada Kamis malam (20/6) pukul pada 20.30 WIB," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (21/6).
Keputusan itu, kata Sisriadi, antara lain, pertimbangan aspek hukum, pertimbangan tentang rekam jejak Soenarko selama berdinas di lingkungan TNI maupun setelah beliau berstatus purnawirawan. "Serta pertimbangan ikatan moral antara prajurit TNI dan Purnawirawan," kata Sisriadi.
Pada hari yang sama, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengkonfirmasi bahwa Polri mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Soenarko. Dedi mengatakan penyidik masih memproses administrasi penangguhan penahanan Soenarko.
"Sekarang masih proses administrasi. Hari ini beliau akan ditangguhkan (penahanan)," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dedi mengatakan, sejumlah hal yang menjadi pertimbangan dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan Soenarko adalah karena Soenarko kooperatif.
Kendati demikian, Dedi memastikan proses penanganan kasus Soenarko tetap berjalan sesuai prosedur.
"Pertimbangan dari penyidik, karena yang bersangkutan kooperatif, tapi ada syarat lainnya yakni tidak mengulangi perbuatan, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak melarikan diri," katanya.
Selain itu pertimbangan lainnya adalah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bersedia menjadi penjamin Soenarko. "Ada penjaminnya, Pak Luhut dan Panglima TNI," katanya.
Soenarko keluar dari Rutan Pomdam Jaya, Jakarta, Jumat siang. Pengacara Soenarko, Ferry Firman menjelaskan Soenarko dalam keadaan sehat saat keluar dari Rutan sekitar pukul 14.00 WIB yang dijemput istri, anak serta menantunya. Menurut Ferry, usai mendapatkan surat penangguhan penahanan itu, Soenarko dapat menghirup udara bebas dan melanjutnya hidupnya secara normal kembali di usia 66 tahun.
Pascapenangguhan penahanan kata Ferry, pihaknya akan meminta secepatnya untuk dilakukan proses gelar perkara. Saat ini, Soenarko masih dalam status tersangka, namun pihaknya siap menghadirkan jika sewaktu-waktu dipanggil untuk pemeriksaan selanjutnya.
Ferry juga mendesak Polri agar membebaskan mantan Danjen Kopassus itu dari segala tuduhan. “Kita meminta, bukan hanya ditangguhkan penahanannya. Tetapi harus segera di SP3 (Surat Penghentian Penyidikan). Dibebaskan dari semua tuduhan,” kata Ferry.
Menurut Ferry, Soenarko, meyakini tuduhan Polri terhadapnya, tak benar. “Beliau (Soenarko) marah karena tuduhan kepadanya, kok begitu,” kata Ferry.
Menurut Ferry, kemarahan Soenarko itu wajar. Apalagi, kata dia yang menyangkut dengan tuduhan makar, dan tentang penyeludupan senjata api untuk kerusuhan 21-22 Mei. Ferry menegaskan, tuduhan tersebut tak benar.
“Soal makar itu memang Pak Soenarko mengakui supaya lebih berhati-hati kalau bicara. Tetapi yang tentang senjata seludupan itu, itu nggak benar,” sambung Ferry.
“Beliau (Soenarko) marah karena tuduhan kepadanya, kok begitu,” kata pengacara Soenarko, Ferry Firman.
Redam amarah prajurit Kopassus
Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan Wakil Danjen Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, menilai, penangguhan penahanan Soenarko dapat meredam gejolak arus bawah di tubuh Kopassus. Ia pun setuju penahanan mantan juniornya di Kopassus itu ditangguhkan.
"Ya setuju bangetlah, Aku ini cemas ya, karena perlakuan pada jenderal-jenderal TNI itu kan bisa saja membuat gejolak kemarahan prajurit-prajurit di bawah, kan ini bahaya," kata Sutiyoso di Jakarta, Jumat (21/6).
Bang Yos (sapaan akrab Sutiyoso, Red), bahkan mengingatkan bagaimana kasus penyerangan Lapas Cebongan Yogyakarta beberapa tahun lalu yang melibatkan oknum anggota Kopassus hingga mengakibatkan enam orang tewas. Penyerangan itu dilatarbelakangi pembunuhan satu anggota Kopassus di tempat hiburan malam yang diduga oleh enam orang tersebut.
"Makannya Aku cemas. Kita sudah mau mati bolak-balik di Timor Timur (Timor Leste), Papua, Aceh, terus tiba-tiba ada tuduhan mau makar dengan satu pucuk senjata kuno dari Aceh kan apa enggak gendeng itu," ujarnya.
Bang Yos menyebut Soenarko sebagai mantan stafnya tersebut tidak mungkin melakukan tindakan yang dituduhkan yakni tindakan makar. Karena selain jasa yang bersangkutan dalam mempertahankan kesatuan Provinsi Aceh (sebagai mantan panglima, Red), juga karena alasan karakter yang bersangkutan.
"Kalau Narko itu, saya sebagai mantan komandannya, saya lihat sepertinya enggak masuk akal kalau Narko aneh-aneh. Dia termasuk perwira yang pendiam. Apalagi dia kan sedang kesusahan, anaknya lulusan AKABRI kan meninggal juga jatuh pesawatnya lagi tugas," ucapnya.
Adapun soal kepemilikan senjata, Sutiyoso mengatakan bahwa bukan hanya yang bersangkutan saja yang demikian. Namun, dia mengakui ada yang tertib dalam administrasi, ada juga yang tidak.
"Namanya kita sering tugas, bawa kenang-kenangan, saya juga punya senjata, tapi saya selalu ada izin polisi. Namun dia mungkin lupa punya satu sudah kuno. Saya juga punya satu kuno tapi bisa apa senjata kayak gitu? Apa mau dibilang Bang Yos makar ada senjata di rumah gitu," ujarnya sambil tersenyum.
Sepekan sebelum Soenarko dibebaskan, pada Kamis (13/6), Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah memberikan sinyal 'perlakuan khusus' terhadap perkara Soenarko. Tito mengaku sebetulnya Polri tak nyaman berurusan hukum dengan para purnawiran. Terutama purnawirawan dari kalangan TNI.
Ia menilai, segala bentuk persinggungan antara Polri dan TNI, bakal memicu instabilitas nasional yang berdampak buruk. Karena dua institusi tersebut, Polri dan TNI, sama-sama punya kekuatan untuk penggunaan senjata.
“Sehingga penanganan dua kasus purnawirawan pati (perwira tinggi) TNI saat ini, tentu secara pribadi dan institusi, ini jujur menimbulkan ketidaknyamanan. Bagi Polri sendiri, tidak nyaman,” kata Tito.