Senin 24 Jun 2019 03:03 WIB

Ini Kata Pakar Soal Persidangan MK

Perkara dugaan kecurangan pemilih sebenarnya tidak hanya diselesaikan di MK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyoroti proses persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengapresiasi jalur hukum yang ditempuh peserta Pemilu untuk merampungkan sengketa.

Meski demikian, dia mengungkapkan, pokok perkara yang menjadi bahan persidangan di MK sebenarnya berkaitan dengan hasil Pemilu. Menurutnya, MK tidak membahas terkait dugaan kecurangan yang mungkin terjadi dalam proses pemilihan umum.

Baca Juga

"Tapi tentu kenapa pada akhirnya diterima, karena menurut saya hasil itu berkaitan dengan proses," kata Bivitri Susanti dalam diskusi Pemaparan riset Perbandingan Dalil Pihak-Pihak, Alat Bukti dan Ketentuan Perundang-Undangan Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Ahad (23/6).

Dia mengatakan, majelis hakim tentu akan mempertimbangkan kecurangan yang dituduhkan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan pemilu. Majelis tetap akan melihat apakah proses yang disebut ada kecurangan itu mempengaruhi hasil suara atau tidak. "Karena MK tetap lagi kembali pada perkara hasil suara Pemilu," kata Bivitri lagi.

Menurut Bivitri, perkara terkait dugaan adanya kecurangan dalam pemilu sebenarnya tidak hanya diselesailan dalam MK. Namun, proses terkait tudingan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu bisa dirampungkan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Secara khusus, Bivitri juga menyoroti kelonggaran hakim terkait dengan perbaikan permohonan yang dilakukan tim hukum pasangan calon (paslon) 02. Dia menilai, sebenarnya revisi permohonan itu menjadi keputusan yang tidak adil bagi pihak-pihak lainnya dalam persidangan.

Begitu juga, dia melanjutkan, berkaitan dengan alat bukti yang pada saat persidangan berlangsung madih belum diidentitaskan dengan jelas. Namun, dia mewajarkan keputusan hakim yang menurutnya dilakukan agar sengketa PHPU dapat mengeluarkan hasil yang maksimal mengingat sengeketa ini merupakan kasus high political.

"Kalau biasanya hakim tentu akan menolak alat bukti yang belum diidentitaskan dan revisi permohohonan itu," kata Bivitri.

Lebih jauh, Bivitri menyebut  sidang MK hanya menjadi panggung politik saja. Dia berpendapat, sidang akan menjadi sebagai pesan efektif bagi masing-masing calon kepada publik akan suatu hal tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement