REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti meminta semua pihak untuk menerima apapun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pilpres 2019. Menurut dia, hakim sudah berupaya mengambil keputusan maksimal dalam perkara tersebut.
"Harus menerima keputusan MK dong karena sudah nggak ada lagi tahapan persdilan di atas MK," kata Bivitri Susanti dalam diskusi Pemaparan riset Perbandingan Dalil Pihak-Pihak, Alat Bukti dan Ketentuan Perundang-Undangan Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Ahad (23/6).
Bivitri menegaskan putusan majelis hakim MK merupakan hal yang final dan mengikat alias inkrah. Sudah tidak ada lagi lembaga lain di atas MK yang bisa memutuskan hasil sengketa pemilu.
Dia menilai, hakim telah bekerja dengan transparan dalam memberikan proses peradilan bagi pihak-pihak yang bersengketa dalam perkara tersebut. Dia berharap, tidak ada kalimat-kalimat yang bersifat menghina MK jika putusan telah dibacakan majelis hakim nanti.
"Karena akan berdampak pada kewibawaan pengadilan dan nanti masyarakat ditakutkan menjadi tidak akan percaya pada mahkmah," kata Bivitri lagi.
Kendati, dia tetap memiliki kekhawatiran jika ada drama setelah hakim membacakan putusan. Dia menjelaskan, drama yang dimaksud bukan terkait langsung dengan hasil putusan melainkan aksi massa
Bivitri menilai, potensi drama bisa muncul mengingat sikap Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang agak mendramatisasi persidangan melalui kata-kata semisal injustice dan lainnya ke dalam ruang sidang.
Dia mengatakan, hal itu sebenarnya tidak diperlukan mengingat semua putusan sudah terang dan tinggal diterima serta tidak bisa ditindaklanjuti.
Hakim, menurut Bivitri, telah mengambil keputusan berdasarkan potongan-potongan kesaksian yang dibawa semua pihak bersengketa ke dalam ruang sidang. Dia mengatakan, majelis lantas akan memaparkan apa kesimpulan dari pecahan-pecahan keterangan itu menjadi satu gambaran utuh.
"Jadi saya kira penting buat kita melihatnya secara objektif bahwa hakim itu sebenarnya bahan pertimbangannya itu cukup banyak. Kemudian hakim akan membuat kesimpulan berdasarkan fakta, bukan asumsi apa lagi imajinasi," kata Bivitri.
Seperti diketahui, MK telah rampung menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli pihak-pihak bersengketa. Majelis selanjutnya akan menggrlar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebelum mengumumkan putusan MK pada 28 Juni nanti.