Ahad 23 Jun 2019 07:17 WIB

Bagaimana Menjadi Pimpinan OPZ Ideal?

Memang tak mudah menjadi seorang pimpinan OPZ yang ideal serta didukung seluruh amil

Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI
Foto: Dokumentasi Pribadi
Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI

"Seorang pemimpin adalah pemberi harapan" (Napoleon Bonaparte)

Gerakan zakat dan lembaga-lembaga didalamnya terus tumbuh dan berkembang secara dinamis. Dari tahun ke tahun, menunjukan perbaikan yang terus menerus. Ada spirit inovasi, kreativitas dan pantang menyerah yang begitu kuat yang tumbuh di dalam gerakan zakat Indonesia.

Semangat ini tentu saja menuntut perlunya kepemimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang juga terus berkembang baik dan kuat. Para pimpinan OPZ idealnya bukan hanya mampu memimpin organisasinya, tetapi juga mampu menginspirasi para aktivis zakat atau amil-amilnya menjadi orang-orang yang mampu dan bersedia mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya demi kebaikan zakat serta masa depannya.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang pimpinan OPZ yang ideal serta didukung penuh oleh seluruh amil yang ada di organisasinya. Seorang pimpinan OPZ, selain harus memiliki kemampuan dan keterampilan sebagai amil zakat, ternyata ia juga harus bisa menjadi teladan dalam banyak urusan dan aspek lainnya.

Di dunia zakat sendiri, ada beberapa hal yang dapat menjatuhkan karisma seorang pimpinan OPZ. Situasinya bahkan bisa lebih rumit, karena dapat menghilangkan dukungan mayoritas amil yang ada.

Ada 4 hal yang bila kita cermati, ternyata dapat menyebabkan ketidakpercayaan amil zakat di sebuah OPZ pada pimpinannya:

Pertama, rendahnya pemahaman pimpinan OPZ terhadap zakat dan pengelolaannya. Kondisi ini semakin buruk jika ditambah tidak adanya semangat belajar yang cepat tentang dunia zakat, termasuk dengan kemampuannya melihat situasi terkini, kompetisi yang ada dan tantangan ke depannya.

Dampak dari hal ini juga, bisa terlihat dari tidak adanya rencana yang matang dan strategis dalam menjalankan roda organisasinya. Di luar hal tadi, implikasi yang akan terjadi juga bisa menyebabkan pimpinan OPZ memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan secara trial and error, bahkan dengan gaya sok tahu.

Kedua, tidak memiliki disiplin yang baik. Disiplin ternyata menjadi kata kunci untuk bisa ditaati dan dipatuhi. Tak cukup ancaman dan sanksi untuk membuat diikuti. Bahkan ditakuti. Bila pimpinan OPZ menegakan aturan dengan keras, dan dengan banyaknya sanksi, mungkin akan membuat amil yang ada tunduk. Tapi hal itu bukan berarti patuh, karena ketakutan terhadap aturan bisa jadi justru membuat amil yang ada menyiasati sanksi dengan cara-cara yang tidak pernah terbayangkan.

Seorang pimpinan OPZ harus mempraktikan soal disiplin ini mulai dari hal yang sederhana misalnya datang dan memulai agenda tepat waktu sesuai rencana yang telah disepakati. Begitu pula dalam soal-soal rutinitas lainnya yang telah disepakati baik di internal organisasi maupun dengan eksternal organisasi. Selain itu, diperlukan pula keistiqomahan dalam menjalani agenda-agenda yang ada, termasuk terus menjaga konsistensi terhadap keputusan-keputusan yang diambil.

Ketiga, tidak mampu menciptakan team work. Pemimpin OPZ tak bisa bekerja sendiri. Ia harus menciptakan tim yang baik yang akan mendistribusikan tugas-tugas yang ada agar lebih efektif dan efisien. Pimpinan OPZ yang pintar memang menyenangkan bagi organisasi zakat, tapi memusatkan semua persoalan organisasi hanya ditangan satu orang jelas tidak sehat.

Apalagi bila semua urusan akhirnya tergantung pada satu orang. Bila suatu saat ia tak sehat atau ada halangan lain, bisa berisiko dan justru menghambat laju organisasi. Apalagi kadang, muncul juga kesan karena terlalu memusatnya semua urusan pada pimpinan, kesan yang ada malah memunculkan asumsi bahwa Pimpinan tidak dapat memercayai orang lain.

Keempat, adanya penyalahgunaan wewenang. Ini persoalan krusial dalam kepemimpinan dimanapun, termasuk di lingkungan amil zakat. Tindakan-tindakan yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di OPZ bisa berbahaya bagi masa depan organisasi. Bila praktik ini tumbuh, apalagi dimulai dari level pimpinan OPZ, maka bisa mengancam keberlangsungan lembaga OPZ-nya.

Cepat atau lambat, praktik-praktik ini akan menghancurkan kredibilitas pimpinan OPZ dan lalu lembaganya. Makanya hal-hal tadi perlu dicegah dan diantisipasi agar tak terbuka peluang ia tumbuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement