REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur mewujudkan Nawa Bhakti Satya, khususnya Program Jatim Amanah dengan memberikan bantuan keuangan desa (BK-Desa). Penyerahan bantuan dilakukan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (21/6). Pada program BK-Desa di 2019, Pemprov Jatim menggelontorkan dana sebesar Rp 45,64 milyar, untuk 247 desa dari 23 kabupaten di Jatim.
"Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp 36,56 milyar untuk 203 desa," kata Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.
Khofifah mengakui, dari total 247 desa penerima BK-Desa di 23 kabupaten tersebut, belum sepenuhnya terealisasi. Hanya 78 desa dari 10 kabupaten yang telah dilakukan proses verifikasi dan peninjauan lapangan. Termasuk diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim tentang penetapan Desa Penerima Bantuan Keuangan dari Pemprov Jatim Tahun Anggaran 2019. Total anggaran yang disalurkan baru mencapai Rp 24,850 milyar.
Rincian 78 desa tersebut terdiri dari Kabupaten Banyuwangi 6 desa, Kabupaten Bondowoso 1 desa, Kabupaten Lumajang 1 desa, Kabupaten Situbondo 2 desa, Kabupaten Madiun 4 desa, Kabupaten Sampang 1 desa, Kabupaten Pamekasan 1 desa, Kabupaten Ngawi 8 desa, Kabupaten Ponorogo 5 desa, dan Kabupaten Lamongan 49 desa.
Khofifah menjelaskan, program BK-Desa merupakan bantuan langsung Pemprov Jatim kepada pemerintah desa. Tujuannya untuk meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur desa dalam mengakselerasi pembangunan di pedesaan.
“Dana yang bisa disupport untuk percepatan pembangunan pedesaan itu banyak. Ada dari APBN, ada dari APBD provinsi, ada dari APBD kabupaten/kota. Kemudian ada juga hibah dari pihak-pihak lain. Tentu sesuai dengan SOP nya,” ujar Khofifah.
Khofifah pun mengajak para kepala desa untuk menggali kembali berbagai keunggulan lokal di wilayahnya masing-masing. “Membuat sesuatu yang menjadi andalan dan unggulan lokal itu menjadi pekerjaan bersama. Sedangkan daya saing menjadi tugas kepala organisasi perangkat daerah (OPD),” ujar Khofifah.
Khofifah berharap, melalui BK-Desa ini akan terjadi percepatan penguatan di desa. Begitu juga dengan infrastrukturnya yang diharapkan semakin baik. Infrastruktur yang dimaksud, sebut Khofifah, tidak hanya hal fisik saja, tetapi juga aspek sosialnya. Sebagai contoh, posyandu secara kelembagaannya harus kuat.