Jumat 21 Jun 2019 22:19 WIB

Denny Indrayana Nilai Keterangan Ahli Terlalu Tekstual

Denny menilai pendekatan tekstual lebih pada penegakan hukum secara prosedural.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Ahli dari pihak terkait Prof Edward Omar Syarief Hiariej (kiri) dan Dr Heru Widodo (kanan) bersiap memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ahli dari pihak terkait Prof Edward Omar Syarief Hiariej (kiri) dan Dr Heru Widodo (kanan) bersiap memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Denny Indrayana menilai keterangan ahli yang didatangkan Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf, Edward Omar Syarief Hiariej terlalu tekstual. Denny menilai, apa yang disampaikan Hiariej hanya pada kepastian hukum tapi tak pada manfaat hukum.

"Pendekatan yang Anda lakukan adalah pendekatan tekstual. Pertanyaan saya yang pertama, apakah Anda juga pernah menerapkan pendekatan kontekstual dalam membaca satu rumusan pasal? Karena kalau kita bicara tekstual, maka dia lebih pada kepastian hukum, sedangkan kontekstual lebih kepada keadilan dan kemanfaatan," kata Denny saat persidangan sengketa Pilpres di MK, Jumat (21/6).

Baca Juga

Menurut Denny, pendekatan tekstual lebih pada penegakan hukum secara prosedural. Sèmentara kontekstual lebih pada pendekatan hukum secara substansi. Sehingga, dalam mengusut kasus dugaan kecurangan pemilu ini lebih tepat menggunakan pendekatan kontekstual.

"Kenapa hari ini pendekatannya tekstual? Kenape tidak kontekstual? Adakah waktunya anda menggunakan kontekstual? Lalu kapan pilihan itu terjadi? untuk kasus ini tekstual untuk itu kontekstual?" kata Denny Indrayana.

Hiariej pun menjawab, tekstual atau kontekstual akan selalu  jadi perdebatan. Hiariej menilai, apa yang disengketakam secara tekstual memang dibatasi. "Itu sebabnya saya kemudian memberikan pendapat hukum lebih banyak soal teori dan asas ketimbang persoalan TSM itu," kata Hiariej.

"Saya ingin mengatakan pada publik, ingat tanggung jawab guru besar bukan hanya pada bidang ilmunya, tepi menguasai asas teori untuk membantah argumentasi apapun yang berkaitan dengan hukum," kata Hiariej.

Dalam keterangannya, Hiariej memaparkan, tuduhan Kecurangan TSM tak menunjukkan kausalitas atau sebab akibat. Di samping itu, kata Hiariej, seharusnya, soal kecurangan TSM itu merupakan wewenang Bawaslu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement