REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli yang diturunkan Kubu 01 di sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Edward Omar Syarief Hiariej mengupas tudingan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dituduhkan oleh Kubu 02 pada 01 tak relevan.
"Pelanggaran yang terstruktur dan sistematis haruslah menimbulkan dampak yang masif, bukan untuk sebagian tetapi sangat luas. Dalam Fundamentum Petendi, hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh Kuasa Hukum Pemohon," kata Hiariej di Persidangan MK, Jumat (21/6).
Hiariej pun menjelaskan, terstruktur harus menunjukan pelanggaran yang dilakukan secara kolektif atau secara bersama-sama. Dalam konteks ini, harus dibuktikan dua hal yaitu adanya pertemuan antara para pelaku pelanggaran sebagai syarat subjektif dan adanya kerja sama yang nyata.
Sementara, Hiariej menjelaskan, sistematis berarti pelanggaran yang dilakukan mensyaratkan pelanggaran direncanakan secara matang, tersusun bahkan sangat rapi. "Apa substansi perencanaan, siapa yang melakukan perencanaan, kapan dan di mana," ujar dia.
Hiariej menekankan, masif mensyaratkan dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian. Dalam hal ini, tuduhan TSM harus dibuktikan melalui teori sebab dan akibatnya.
"Hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh Kuasa Hukum Pemohon. Belum lagi dasar teoretik dalam hubungan kausalitas, apakah hendak menggunakan teori Birkmayer, Teori Binding ataukah Teori Kohler," papar Edward.
Seperti diketahui, dalam sidang ini, Tim Hukum 01 menurunkan dua orang saksi dan dua orang ahli. Adapun dua saksi yang diturunkan yakni Candra Irawan, seorang saksi paslon 01 dan Anas Nashikin. Keduanya akan memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim.
Sementara tim hukum 01 menurunkan dua ahli yang berlatar belakang hukum. Ahli diturunkan yakni Edward Omar Syarief Hiariej yang merupakan guru besar Fakultas Hukum UGM. Ahli yang kedua yakni Heru Widodo, dosen hukum UIA.