REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf mengajukan permintaan mengajukan penambahan bukti saat sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi pada Jumat (20/6) baru saja berlangsung. Mereka selaku pihak terkait juga meminta dua saksi memberikan keterangan sekaligus.
Permintaan itu disampaikan Juru Bicara Tim Hukum Jokowi, Ade Irfan Pulungan. "Mohon izin yang mulia, kami akan menambahkan bukti," kata Ade Irfan ke Majelis Hakim di persidangan.
Permintaan Ade Irfan ditanggapi Anggota Majelis Hakim Suhartoyo. Suhartoyo meminta bukti itu harus relevan dengan keterangan saksi. Tim Hukum Jokowi pun menyebut bukti itu relevan.
Namun, Suhartoyo langsung menjawab bahwa Mahkamah yang menentukan diterima tidaknya bukti tambahan tersebut. "Bila tidak relevan tidak diterima. Bukan anda yang menentukan, mahkamah yang menentukan," kata Suhartoyo.
Suhartoyo menjelaskan, sedianya waktu pengajuan bukti tambahan sudah habis, karena paling lambat adalah sebelum sidang. Namun, karena pada sidang sebelumnya, saksi pemohon dari tim hukum 02 juga memberi bukti tambahan, akhirnya bukti itu pun diperbolehkan, tetapi harus sesuai dengan keterangan saksi.
Tim Hukum Jokowi juga sempat meminta kedua saksi agar memberikan keterangan berdua secara langsung dalam satu cluster. Namun, permintaan ini langsung ditolak oleh Ketua Kuasa Hukum Pemohon Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto. "Karena di kesepakatan awal satu satu," kata Bambang.
Protes Bambang pun disetujui anggota majelis hakim MK Aswanto. Akhirnya, Tim Hukum 01 mematuhi dengan mengajukan saksi atas nama Chandra Irawan untuk memberi keterangan terlebih dahulu.
Dalam sidang ini, Tim Hukum 01 menurunkan dua orang saksi dan dua orang ahli. Adapun dua saksi yang diturunkan yakni Candra Irawan, seorang saksi paslon 01 dan Anas Nashikin. Keduanya akan memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim.
Sementara tim hukum 01 menurunkan dua ahli yang berlatar belakang hukum. Ahli diturunkan yakni Edward Omar Syarief Hiariej yang merupakan guru besar Fakultas Hukum UGM. Ahli yang kedua yakni Heru Widodo, dosen hukum UIA.