Kamis 20 Jun 2019 20:08 WIB

Alasan KPU Hanya Hadirkan Ahli tanpa Saksi di Sidang MK

KPU memutuskan tidak menghadirkan saksi fakta di sidang PHPU Pilpres.

Saksi ahli dari pihak termohon Marsudi Wahyu Kisworo saat memberikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Saksi ahli dari pihak termohon Marsudi Wahyu Kisworo saat memberikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Dian Erika Nugraheny

Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon dalam sidang sengketa pilpres, memutuskan untuk tak menghadirkan saksi fakta dalam sidang ketiga di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (20/6). KPU hanya menghadirkan seorang ahli dan satu keterangan tertulis lainnya.

Baca Juga

"Dari pihak termohon setelah mengamati dan mencermati pertimbangan persidangan, kami berkesimpulan untuk tidak menghadirkan saksi," kata Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin di persidangan yang dimulai sekira pukul 13.00 WIB.

Adapun ahli yang dihadirkan adalah ahli IT, Marsudi Wahyu Kisworo yang merupakan arsitek Sistem Informasi Penghitungan Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU). Ahli lain, Riawan Tjandra hanya memberikan keterangan tertulis.

Keputusan KPU tidak menghadirkan saksi fakta lantaran KPU menganggap keterangan saksi kubu Prabowo-Sandi sebagai pemohon tak relevan dan tak perlu dibuktikan. Hal ini seperti disampaikan kuasa hukum KPU Ali Nurdin sebelum dimulainya sidang.

"Siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan. Nah bedasarkan hasil pemeriksaan kemarin saksi yang diajukan untuk pekara yang berkaitan dengan KPU sifatnya lokal dan semuanya kan kalau ada tudingan pelaku pelanggaran itu sudah PSU (pemungutan suara ulang)," kata Ali Nurdin.

Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, menjelaskan alasan mengapa tidak ada saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) di MK pada Kamis (20/6). KPU berpandangan keterangan dari seluruh saksi pihak Prabowo-Sandiaga Uno tidak cukup kuat untuk disanggah. 

"Dalam pandangan kami, kami akan menghadirkan alat bukti berupa saksi atau keterangan ahli yang relevan dengan yang akan dijawab KPU. Sementara itu, dalam perkembangannya kan orang-orang yang dihadirkan sebagai saksi oleh pemohon tidak cukup meyakinkan untuk memperkuat argumentasi permohonan," ujar Hasyim usai sidang di Gedung MK,  Jakarta Pusat, Kamis (20/6).

Sehingga, dalam sidang pada Kamis KPU memutuskan mencukupkan diri untuk menghadirkan bukti berupa keterangan dari para ahli. Satu orang ahli IT, yakni Marsudi Wahyu Kisworo, hadir memberikan keterangan di MK. 

Keterangan yang diungkapkannya menyoal situng KPU.  Sementara itu, satu ahli lain,  yakni Ridwan Tjandra,  menyampaikan keterangan secara tertulis.

Menurut Hasyim, tidak ada alasan khusus yang mendasari disampaikannya keterangan secara tertulis. Dia hanya mengatakan jika hal itu hanya bagian dari strategi saja. 

Lebih lanjut Hasyim juga mengkritisi para ahli dari kubu 02 yang tidak bertindak sebagaimana latar belakang keahlian mereka. Hasyim menyinggung adanya saksi yang mengaku sebagai ahli IT. 

"Ternyata sekolahnya bukan IT. Kemudian ngakunya tahu pemilu ternyata tak tahu pemilu. Kalau saksi, sebagaimana yang kita dengarkan dan saksikan bersama melalui rekaman-rekaman di media massa, itu bisa kita buat penilaian. Dalam pandangan KPU kesaksiannya tidak cukup membuktikan dalil permohonan.  Dalam persidangan keterangan mereka terbantah sendiri kok. Misalkan DPT ini menyebut di daerah ini DPT ini, tapi yang menang di sana pihak pemohon," tambah Hasyim. 

Pihak MK mempersilakan KPU dan pihak terkait, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin tidak mengajukan saksi dan ahli dalam sidang sengketa PHPU Pilpres yang diajukan Prabowo-Sandi ke MK. MK tidak mempermasalahkan hal tersebut.

"Ya silakan aja," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono dalam keterangannya, Kamis (20/6).

MK, kata dia, berada dalam posisi memperlakukan setiap setiap pihak secara adil dan memberikan kesempatan yang sama kepada kubu Prabowo-Sandiaga Uno sebagai pemohon, KPU sebagai termohon dan Jokowi-Ma'ruf sebagai pihak terkait.

"Yang pasti MK sudah memberikan perlakuan yang seimbang kepada semua pihak terkait dengan saksi dan ahli," tegas Fajar.

Sebelumnya, dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH) l, MK telah memutuskan bahwa para pihak bisa mengajukan masing-masing maksimal 15 saksi dan dua ahli. Kubu Prabowo-Sandiaga Uno sudah menghadirkan 14 saksi dan dua saksi ahli di sidang MK pada Rabu (19/6) hingga Kamis (20/6) dini hari.

Fajar mengatakan bahwa saksi dan ahli merupakan salah satu alat bukti dalam sengketa pilpres. Masing-masing pihak, kata dia mempunyai hak menggunakan alat bukti tersebut.

"Keterangan saksi itu kan salah satu bentuk alat bukti. Itu menjadi hak para pihak, mau diajukan atau tidak, Peraturan MK sudah mengatur soal itu, kalau hak tidak digunakan ya nggak apa-apa kan," tambahnya.

[video] Saksi 02 Dinilai Kurang Tepat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement