REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya tidak mempercayai kualitas salah seorang saksi dari Kabupaten Boyolali yang dihadirkan oleh kubu Prabowo-Sandiaga Uno dalam sidang perselisihan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/6). Menurut Hasyim, salah seorang saksi dari Kabupaten Boyolali diduga kuat berbohong terkait identitasnya.
"Ada saksi yang mengaku datang ke kantor Kecamatan Juwangi, Boyolali. Ngakunya orang Kecamatan Teras, dan sudah (datang) malam-malam, ngakunya menemukan amplop-amplop dalam onggokan. Disampaikan ke majelis ini gimana? Kemudian majelis kan minta pembanding, ini benar punya KPU tidak?," ujar Hasyim kepada wartawan usai sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
Hal ini merujuk kepada salah seorang saksi bernama Beti Kristiana yang mengaku tinggal di Kecamatan Teras, Boyolali. Beti mengungkapkan bahwa dia melihat adanya amplop yang diduga berisi C1, bersegel dan disimpan di Kecamatan Juwangi, Boyolali.
"Sementara berdasarkan yang disampaikan tadi malam,maka kami sampaikan, kalau betul punya amplop KPU dan kemudian di amplop ada kolom tentang berapa lembar, ternyata kosong, itu bisa jadi amplop yang belum digunakan untuk jadi sampul SS sah atau tidak sah atau tidak terpakai. Kemudian majelis meminta untuk membandingkan, sehingga tadi KPU menghadirkan dan membawa amplop untuk perbandingannya," tambahnya.
Betti juga meragukan, mengapa amplop-amplop itu teronggok di Kantor Kecamatan. Menurut Hasyim, pihaknya tidak pernah menyebut hal itu sebagai onggokan.
"Kalau diragukan kenapa ada onggokan, yang ngomong onggokan kan bukan KPU, tetapi saksi. Mestinya mereka tanya saksinya kan. Karena kami terus terang saja ya, tidak percaya dengan kualitas saksi kemarin (Beti) karena dua hal. Pertama, dia ngomong tinggal di Kecamatan Teras, tapi kita cek KTP-el nya ternyata bukan orang situ, tetapi orang Semarang. Kemudian ketika kesaksiannya ditanya kenapa kok tak ambil contoh, dijawab tidak karena mereka tidak bawa kendaraan. Mungkin yang dimakud mobil ya, Tapi begitu keterangan agak terakhir ngomong datang ke sana menggunakan mobil kemudian mengeluarkan amplop," papar Hasyim.
KPU pun menyangsikan pernyataan Beti yang menyebut amplop sudah disampaikan kepada seseorang. Namun, dalam sidang pada Rabu malam, amplop itu ternyata dibawa dalam persidangan.
"Amplopnya katanya sudah disampaikan kepada siapa, tapi nyatanya semalam dibawa. Ini penuh tanda tanya. Ini pertanyaanya, itu amplop apakah nemu di sana atau bikin amplop sendiri kan gitu. Nanti berdasarkan itu majelis hakim akan menilai," tambah Hasyim.
Sebelumnya, dua orang warga Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilu pilpres di MK pada Rabu malam. Dua warga ini merupakan saksi fakta yang dihadirkan dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno.
Warga pertama, Nur Latifah, berasal dari Dusun Winongsari, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Nur menyatakan melihat secara langsung surat suara pilpres yang dicoblos oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) setempat, yakni TPS 08 Dusun Winongsari.
Nur mengaku kejadian ini terjadi pada hari H pemungutan suara, 17 April 2019. Nur yang merupakan relawan dari lembaga pemantau Abdi, mengungkapkan dia pun merekam kejadian itu ke dalam video.
Setelah itu, Nur mengaku mendapat ancaman dari para pemangku kepentingan setempat. "Saya disebut penjahat politik. Saya dengar ada ancaman pembunuhan dan diminta pulang ke tempat lain," kata Nur dalam sidang di MK, Rabu malam.
Warga kedua yakni Beti Kristiana yang berasal dari Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. "Pada hari kamis tanggal 18 april jam 19.30 WIB, Saya melihat dan menemukan tumpukan dokumen negara berupa amplop yang bertanda tangan di halaman Kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali," ujar Betty.
Betty mengataka,n dia tidak tinggal di Juwangi. Dirinya mengaku menempuh perjalanan darat selama tiga jam dari Teras ke Juwangi.
Namun, saat dikonfirmasi lebih lanjut alasan dirinya bepergian ke Juwangi, Beti enggan menjawab. "Saya tidak bisa menjawab, " katanya.