REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro, Dian Erika Nugraheny, Rizkyan Adiyudha
Saksi fakta yang dihadirkan oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi, Agus Muhammad Maksum, memberikan kesaksiannya terkait adanya data dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak wajar. Ia pun sudah mencoba mendiskusikan masalah ini ke KPU.
"Kami sejak Desember (2018) sudah datang ke KPU intuk mendiskusikan adanya DPT-DPT invalid. Itu kami diskusikan sampai Maret tidak nemu titik temu," ungkap Agus dalam persidangan lanjutan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Agus menyatakan, data yang invalid atau tidak wajar itu di antaranya terkait dengan adanya kartu keluarga (KK) manipulatif, DPT tidak wajar dengan berkode khusus, serta data DPT yang bertanggal lahir sama dengan jumlah yang tidak sedikit. Hal itu ia akui sudah disampaikan ke KPU. Tapi KPU menjawab data tersebut merupakan hasil pendataan di lapangan.
"Tidak ada kesepakatan karena adanya perbedaan. Kami temukan DPT tidak ada KK-nya ada NIK-nya. KPU (mengatakan) itu hasil pendataan di lapangan," kata dia.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari mengatakan, saksi dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno memberikan keterangan yang tidak relevan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (19/6). Menurut Hasyim, saksi tidak yakin apakah data pemilih yang tidak valid hadir dan mencoblos pada 17 April 2019.
"Jadi, terhadap 17,5 juta (data pemilih tidak valid) tadi, saksi kan tidak bisa meyakini apakah (17,5 juta warga) hadir atau tidak pada hari pemungutan suara. Nah, karena tidak bisa meyakini hadir atau tidak, ya tidak bisa diyakini apakah kemudian jadi suara atau tidak. Maka kesimpulannya enggak relevan dari persoalan perolehan suara," ujar Hasyim.
Menurut Hasyim, saksi atas nama Agus Maksum itu tidak bisa mengkonfirmasi apakah data 17,5 juta pemilih yang tidak valid memiliki korasi kepada perolehan suara atau tidak. "Saksi kan enggak bisa meyakini, lha dia tidak bisa meyakini apakah itu hadir atau tidak kok,'' tambahnya.
Hakim MK, Enny Nurbaningsih, menyatakan, tak dapat menemukan alat bukti yang dicantumkan pemohon untuk membuktikan adanya data invalid dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ia meminta kepada pihak pemohon untuk menghadirkan alat bukti itu di persidangan untuk dilakukan pengecekan silang dengan bukti lainnya.
"Saya mohon hadirkan bukti P-155 untuk saya konfrontir kemudian dengan bukti yang disampaikan KPU. Karena saya cari di sini bukti P-155 yang menunjukkan 17,5 juta (data invalid) itu tidak ada," ujar Enny dalam sidang.
Mendengar itu, Hakim MK lainnya, Aswanto, meminta Tim Hukum Prabowo-Sandi selaku pemohon untuk menghadirkan alat bukti tersebut. Aswanto mengatakan, bukti P-155 tersebut sangat penting untuk dihadirkan di persidangan untuk memperjelas maksud dari data yang invalid yang disebutkan pemohon dan saksi pemohon.
"Untuk data-data yang belum sesuai pasal 8 ayat 4 PMK 4/2018 itu diberi kesempatan kepada saudara pemohon sampai jam 12 hari ini," ujar Aswanto.
Terkendala fotokopi
Anggota Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah mengungkapkan alasan pihaknya belum menghadirkan alat bukti 17,5 jata data pemilih yang dinilai invalid pada Pemilu 2019. Alat bukti itu diminta oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada persidangan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019, Rabu (19/6).
"Bukan tidak siap, maaf ya, bukan tidak siap, ini karena ada keadaan fotokopi saja," kata Teuku di Gedung MK, Jakarta, Rabu (19/6).
Menurutnya, tidak mudah memfotokopi bukti yang sangat dalam waktu yang terbatas. Namun, ia memastikan bahwa bukti tersebut sudah didaftarkan dan ada.
"Alat bukti yang kami akan munculkan sebetulnya sudah kami daftarkan di sini. Tadi kami nggak bawa ke atas karena semua datang pagi segala macam dan belum lagi bukti kami yang belum dijilid," ujarnya.
Majelis Hakim MK memberikan tenggat waktu penyerahan alat bukti hingga pukul 12.00 WIB siang. Teuku juga mempertanyakan hal tersebut.
"Ini kan persoalannya menjilid, bukan buktinya yang tidak ada, bukti ada, sudah kami bawa, tolong beri kami waktu untuk menjilid. Tapi tadi majelis hakim memberikan waktu sampai jam 12, logika anda menurut anda bisa tidak jilid sampai jam 12?," katanya.
Ketua Tim Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yuzril Ihza Mahendra mengkritik ketidaksiapan Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam menyiapkan alat bukti yang diminta persidangan. "Belum pernah terjadi selama saya bersidang di pengadilan alat bukti berantakan seperti ini, tidak jelas begitu. Padahal kalau perkara pidana bisa disusun dua meter alat bukti disusun tinggi," kata Yusril.
[video] Soal DPT, Bambang Wijajanto: Masalah yang Terus Berulang