Rabu 19 Jun 2019 17:57 WIB

Uji Balistik Belum Simpulkan Jenis Senjata Terkait 21-22 Mei

Polri menegaskan peluru yang digunakan aparat saat 21-22 Mei bukan peluru tajam.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes  Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/12).
Foto: Republika/Ijal Rosikhul Ilmi
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Tim investigasi Mabes Polri masih kesulitan menemukan jenis senjata yang digunakan menembak korban kerusuhan 21-22 Mei 2019. Uji balistik dari proyektil yang ditemukan dari sejumlah korban penembakan sudah dilakukan.

Namun, hasil dari pusat laboratorium (puslabfor) belum mengarah pada kesimpulan jenis senjata yang digunakan untuk menyasar para korban kerusuhan pasca-Pilpres 2019.

Baca Juga

“Untuk uji balistik dari proyektil yang ditemukansudah dilakukan. Cuma senjata yang digunakan untuk menembakkan itu masih didalami,” kata Karo Penmas Mabes Polri Dedi Prasetyo, saat ditemui wartawan di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/6). Ia mengungkapkan, tim uji balistik memiliki tiga proyektil yang diambil dari para korban kerusuhan.

Yaitu, peluru dengan kaliber 5,56 milimeter, dan 9,00 mm. Dua proyektil 5,56 mm dari beberapa korban yang meninggal dunia. Dan proyektil 9,00 mm dari korban penembakan yang selamat. Akan tetapi, kata Dedi, untuk proyektil 9,00 mm tim uji balistik kesulitan dalam pengujian. “Yang sembilan milimeter itu, tingkat kerusakannya cukup parah. Pecah. Sehingga, untuk menguji alur (keluarnya peluru dari senjata), itu ada sedikit kendala,” kata Dedi.

Meski demikian, kata Dedi, uji balistik memastikan peluru yang bersarang di tubuh korban tersebut, merupakan jenis amunisi organik, pun mematikan. Dedi mengakui, dua jenis peluru tersebut, pun biasa digunakan pada senjata yang dipakai oleh satuan Polri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akan tetapi, Dedi menegaskan, pada saat kerusuhan 21-22 Mei tak ada personel Polri, maupun TNI yang menggunakan senjata api dengan amunisi tajam.

“Perlu saya tegaskan sekali lagi, pasukan pengamanan pada 21-22 Mei, baik Polri dan TNI hanya dilengkapi tameng, pentungan, gas air mata, dan water canon,” ujar dia. Dedi melanjutkan, meski dua jenis peluru itu awam dalam persenjataan personel Polri dan TNI, tetapi  penggunaan amunisi 5,56 mm, dan 9,00 mm tersebut, juga dapat berfungsi pada senjata-senjata rakitan. “Cuma ciri khasnya, kalau itu senjata rakitan, lebih sulit untuk dilakukan uji balistik. Karena senjata rakitan, ada yang memiliki alur, ada yang tidak,” ujar Dedi.

Kalau senjata standar pabrikan, kata Dedi dipastikan memiliki alur amunisi yang jelas. Namun sebetulnya, proyektil yang ditemukan dari dalam tubuh para korban kerusuhan 21-22 Mei, memiliki alur peluru yang sudah teridentifikasi. Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pada Kamis (13/6) lalu, mengungkapkan tentang alur peluru tersebut. “Yang ditemukan yaitu 5,56 mm (milimeter), dengan pulir empat ke kanan. Dan (proyektil) sembilan milimeter,” terang Tito, pekan lalu di Silang Monas, Jakarta, Kamis (13/6).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement