REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah mengungkapkan alasan pihaknya belum menghadirkan alat bukti 17,5 jata data pemilih yang dinilai invalid pada Pemilu 2019. alat bukti itu diminta oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada persidangan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019, Rabu (19/6).
"Bukan tidak siap, maaf ya, bukan tidak siap, ini karena ada keadaan fotokopi saja," kata Teuku di Gedung MK, Jakarta, Rabu (19/6).
Menurutnya, tidak mudah memfotokopi bukti yang sangat dalam waktu yang terbatas. Namun, ia memastikan bahwa bukti tersebut sudah didaftarkan dan ada.
"Alat bukti yang kami akan munculkan sebetulnya sudah kami daftarkan di sini. Tadi kami nggak bawa ke atas karena semua datang pagi segala macam dan belum lagi bukti kami yang belum dijilid," ujarnya.
Majelis Hakim MK memberikan tenggat waktu penyerahan alat bukti hingga pukul 12.00 WIB siang ini. Teuku juga mempertanyakan hal tersebut.
"Ini kan persoalannya menjilid, bukan buktinya yang tidak ada, bukti ada, sudah kami bawa, tolong beri kami waktu untuk menjilid. Tapi tadi majelis hakim memberikan waktu sampai jam 12, logika anda menurut anda bisa tidak jilid sampai jam 12?," katanya.
Hakim MK, Enny Nurbaningsih, tak dapat menemukan alat bukti yang dicantumkan pemohon untuk membuktikan adanya data invalid dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ia meminta kepada pihak pemohon untuk menghadirkan alat bukti itu di persidangan untuk dilakukan pengecekan silang dengan bukti lainnya.
"Saya mohon hadirkan bukti P-155 untuk saya konfrontir kemudian dengan bukti yang disampaikan KPU. Karena saya cari di sini bukti P-155 yang menunjukkan 17,5 juta (data invalid) itu tidak ada," ujar Enny dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres) di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).