REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari mengatakan, saksi dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno memberikan keterangan yang tidak relevan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (19/6). Menurut Hasyim, saksi tidak yakin apakah data pemilih yang tidak valid hadir dan mencoblos pada 17 April 2019.
"Jadi terhadap 17,5 juta (data pemilih tidak valid) tadi, saksi kan tidak bisa meyakini apakah (17,5 juta warga) hadir atau tidak pada hari pemungutan suara. Nah, karena tidak bisa meyakini hadir atau tidak, ya tidak bisa diyakini apakah kemudian jadi suara atau tidak. Maka kesimpulannya enggak relevan dari persoalan perolehan suara," ujar
Menurut Hasyim, saksi atas nama Agus Maksum itu tidak bisa mengkonfirmasi apakah data 17,5 juta pemilih yang tidak valid memiliki korasi kepada perolehan suara atau tidak. "Saksi kan enggak bisa meyakini, lha dia tidak bisa meyakini apakah itu hadir atau tidak kok,'' tambahnya.
Sebelumnya, Agus Maksum sebagai saksi dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno mengungkapkan adanya data pemilih tidak valid dalam DPT Pemilu 2019. Data yang tidak valid itu disebutkan sebesar 17,5 juta.
Adapun data di atas terdiri dari kelompok pemilih yang bertanggal lahir 1 Juli sebesar 9.817.003 orang, pemilih yang bertanggal lahir 31 Desember sebanyak 5.377.401 orang dan pemilih bertanggal lahir 1 Januari sebesar 2.359.304 orang. Sehingga, jika dijumlahkan secara total ada 17.553.708 orang.
Sementara itu, dalam persidangan, Hakim MK, Enny Nurbaningsih, tak dapat menemukan alat bukti yang dicantumkan pemohon untuk membuktikan adanya data invalid dalam DPT. Dia meminta kepada pihak pemohon untuk menghadirkan alat bukti itu di persidangan untuk dilakukan pengecekan silang dengan bukti lainnya.
"Saya mohon hadirkan bukti P-155 untuk saya konfrontir kemudian dengan bukti yang disampaikan KPU. Karena saya cari di sini bukti P-155 yang menunjukkan 17,5 juta (data invalid) itu tidak ada," ujar Enny dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pilpres di Ruang Sidang MK, Rabu.