Selasa 18 Jun 2019 18:57 WIB

MK tak Kabulkan Permohonan Perlindungan Saksi 02 oleh LPSK

LPSK bersedia memberikan perlindungan saksi atas perintah MK.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Ketua Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto selaku pemohon mengikuti sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Ketua Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto selaku pemohon mengikuti sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permohonan perlindungan saksi oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi sempat menjadi perdebatan di sidang Mahakamah Konstitusi (MK)  yang digelar pada Selasa (18/6). Majelis Hakim MK pun tidak mengabulkan permohonan perlindungan saksi pemohon melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

"Berdasarkan diskusi dengan LPSK ada satu gagasan untuk melindungi saksi, maka LPSK mengusulkan kalau diperintahkan oleh MK untuk menjalankan fungsi perlindungan ia (LPSK) akan menjalankan itu," kata Ketua Um Hukum Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto, Selasa (18/6).

Bambang mengutip pasal 28g ayat 1 Undang Undang Dasar 1945, di mana setiap orang berhak meminta perlindungan pribadi, keluarga, martabat dan lain-lain. Namun ia menyebut ada keterbatasan di peraturan LPSK, dan ada beberapa saksi dari petugas atau aparat yang hanya mau bersaksi bila diminta hadir oleh MK. Atas dasar itu, pemohon menilai perlunya mendapat persetujuan dari majelis hakim di MK.

Karena itu, Tim Hukum Prabowo-Sandi mengajukan surat kepada Majelis Hakim MK untuk persetujuan. Namun, Majelis Hakim menilai tidak ada kewenangan MK untuk mengabulkan permohonan tersebut, karena MK menjamin keamanan saksi selama persidangan berlangsung.

"Mahkamah tidak bisa mengamini karena tidak ada landasan hukum untuk memberikan kewenangan itu ke LPSK," tegas anggota Majelis Hakim MK Suhartoyo.

Menurut dia, dalam sistem bekerja LPSK dalam aturannya terbatas pada perlindungan hanya tindak pidana. Sehingga ketika perlindungan saksi ini dirujuk ke konstitusi, diakui dia memang semua pihak berhak mendapat perlindungan.

Tetapi, bukan berarti semua harus diserahkan ke LPSK. Justru, menurut Suhartoyo, apabila MK menyerahkan perlindungan saksi ke LPSK padahal kewenangan LPSK tidak ada, akan melanggar landasan yuridis yang telah ada.

Suhartoyo menegaskan, MK memiliki kewenangan perlindungan saksi ketika saksi diambil sumpah di muka persidangan. Pada saat itu, para saksi akan mendapat perlindungan ruangan khusus yang steril, yang bahkan tidak bisa antarsaksi berkoordinasi atau diintervensi. Ini semua demi menjaga objektifitas dan independensi para saksi yang dihadirkan dan yang sudah diambil sumpahnya di muka persidangan.

Hal yang sama ditanggapi anggota Majelis Hakim MK, Saldi Isra. Menurutnya, tidak perlu didramatisir soal perlindungan saksi, karena kewenangan MK selama saksi berada di ruang sidang akan dijamin keamanannya. Kalaupun memang ada ancaman ke saksi di luar sidang MK, Saldi berharap aparat keamanan mendengar dan meningkatkan keamanan.

Saldi juga menerima masukan informasi apabila memang benar ada saksi yang mendapatkan ancaman, ada baiknya juga disampaikan ke mahkamah. Dengan demikian informasi ini menjadi acuan memdalami pertanyaan ketika menanyakan saksi nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement