Selasa 18 Jun 2019 18:47 WIB

Dedi Mulyadi: Regulasi Harus Dibenahi Cegah Penumpukan PPDB

Penumpukan PPDB terjadi karena adanya cap sekolah favorit di SMA tertentu.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Panitia penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat sekolah menengah atas (SMA) Kota Tangerang Selatan melakukan validasi tempat tinggal calon siswa dengan menggunakan Google Map di SMA 2 Tangerang Selatan, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (18/6).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Panitia penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat sekolah menengah atas (SMA) Kota Tangerang Selatan melakukan validasi tempat tinggal calon siswa dengan menggunakan Google Map di SMA 2 Tangerang Selatan, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (18/6).

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Ketua DPD Partai Golongan Karya Jawa Barat Dedi Mulyadi angkat bicara terkait masih banyaknya keluhan masyarakat atas penerapan sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Menurut Dedi, sistem zonasi yang diberlakukan hari ini harusnya dipahami dari sisi aspek pemerataan kesempatan berpendidikan.

Dengan begitu, ujungnya adalah adanya pemerataan distribusi akademis di seluruh wilayah. “Tidak terjadi seperti yang terjadi selama ini, di mana orang yang memiiki kemampuan akademis dicetak oleh sekolah tertentu, yang memililki akses dan kemampuan finansial para peserta didik,” ujar Dedi kepada wartawan di Bandung, Selasa (18/6).

Baca Juga

Dedi mengatakan, masih adanya cap sekolah favorit pada sekolah tertentu membuat banyak orang tua dan calon siswa berebut. Padahal, sistem zonasi diterapkan agar memberikan ruang pendidikan murah bagi siswa yang berada di lokasi terdekat. “Kenyataannya tidak begitu,” katanya.

Berkaca dari fenomena yang terjadi saat ini, kata Dedi, aspek regulasi harus dibenahi terutama agar tidak terjadi penumpukan saat pendaftaran. Urusan pendidikan ini akan menjadi perhatiannya jika dilantik menjadi anggota DPR RI mendatang.

Jadi, kualitas pendidikan diubah, maka masyarakat harus memahami pendidikan hanya urusan akademik murni bukan kemampuan seseorang mengembangkan minat dan bakat. Dedi mencontohkan, banyak negara yang pendidikannya sudah sangat maju sudah menempatkan minat dan bakat siswa sebagai prioritas pendidikan.

Dedi menilai pemahaman akademik murni yang terjadi sekarang hanya menyuburkan lembaga les dan bimbingan belajar. “Diperlukan kualitas guru juga yang bisa membaca bakat dan minat siswa,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement