Senin 17 Jun 2019 23:16 WIB

Masyarakat Perlu Sadar Bahaya Perlintasan Kereta Api

Pemerintah dinilai perlu inisiasi program sadar bahaya perlintasan kereta api

Perlintasan Kereta Api di Jalan Duri Kosambi,  Cengkareng, Jakarta Barat tak memiliki perlengkapan palang pintu sama sekali,  Kamis (18/5).
Foto: Republika/Muhammad Tiarso Baharizqi
Perlintasan Kereta Api di Jalan Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat tak memiliki perlengkapan palang pintu sama sekali, Kamis (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Cris Kuntadi menilai perlu adanya penyadaran masyarakat terhadap pelintasan sebidang kereta api.

"Ketiga kejadian terakhir membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan keselamatan berkendara masih perlu ditingkatkan lagi," kata Cris dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (17/6).Pernyataan tersebut disampaikan menyusul beberapa kejadian yang melibatkan pengguna jalan di perlintasan kereta api.

Baca Juga

Kejadian pertama, sebuah bus tersangkut palang pintu perlintasan kereta api di dekat Stasiun Solo Balapan, Jumat (14/6). Kejadian lainnya adalah sebuah kendaraan pribadi tertabrak kereta api di perlintasan yang tak berpalang pintu di Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat malam (14/6). Di samping itu, seorang pengendara motor nyaris tertabrak kereta api karena nekat menerobos palang pintu kereta di perlintasan KA Kiaracondong, Bandung, Sabtu (15/6).

Menurut dia, saat ini pemerintah telah menginisiasi program keselamatan berkendara, baik melalui regulasi maupun himbauan kepada masyarakat. "Namun program tersebut perlu disebarluaskan lagi melalui media yang ada, baik televisi, radio, elektronik, cetak maupun media sosial," ujarnya.

Ia mengatakan, selain melalui media, telah ada berbagai komunitas yang turut membantu pemerintah dalam upaya sosialisasi keselamatan jalan, seperti Komunitas Edan Sepur Indonesia dan Koalisi Pejalan Kaki.

Selain itu, Cris mengungkapkan, instrumen-instrumen keselamatan yang diperuntukkan bagi para pengendara seperti rambu lalu lintas ataupun palang pintu kereta api seringkali diabaikan.

"Dalam dua kejadian near miss dan satu kecelakaan yang disebutkan sebelumnya, terlihat jelas bahwa pengendara tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang ada. Berhenti di persimpangan kereta ketika palang pintu kereta sudah mulai menutup dinilai hanya menyebabkan waktu tempuh menjadi lama padahal keselamatan dalam berkendara tidak ternilai harganya," katanya.

Menurut Cris, masyarakat belum memahami bahwa menaati peraturan selama berkendara merupakan suatu bentuk investasi bagi keselamatan para pengendara, bukan suatu bentuk kerugian.

"Contoh kejadian near miss adalah pengendara sepeda motor yang melintasi rel kereta api di Kiaracondong ketika kereta api sudah dekat. Seringkali masyarakat tidak menyadari kejadian-kejadian tersebut sebagai akibat dari kelalaian pengendara sehingga terbentuk paradigma bahwa tidak dibutuhkan peraturan untuk menjamin keselamatan dalam berkendara," katanya.

UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 114 dengan jelas menyatakan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain; mendahulukan kereta api; dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

Terlebih lagi, Pasal 296 mengatakan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750.000.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement