Ahad 16 Jun 2019 20:50 WIB

KPNAS: Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Impor Sampah

KPNAS menyebut, Asia Tenggara kerap jadi tujuan utama impor sampah negara-negara maju

Rep: Imas Damayanti/ Red: Hasanul Rizqa
(Ilustrasi) Seorang warga memilah sampah plastik yang menumpuk di bibir pantai Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/1). Kondisi penumpukan sampah yang tak terkendali tersebut menyebabkant air laut menjadi tercemar yang berdampak buruk bagi lingkungan.
Foto: Antara
(Ilustrasi) Seorang warga memilah sampah plastik yang menumpuk di bibir pantai Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (30/1). Kondisi penumpukan sampah yang tak terkendali tersebut menyebabkant air laut menjadi tercemar yang berdampak buruk bagi lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak 1982 hingga saat ini, impor sampah dari negara-negara maju terus membanjiri negara-negara berkembang. Belakangan ini, sejak China menyetop keseluruhan impor sampah ke negaranya, Asia Tenggara terkena imbas. Kawasan ini kerap dijadikan tujuan utama impor sampah yang tertolak Negeri Tirai Bambu.

Hal itu dijelaskan Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) Bagong Suyoto. Dia mengatakan, Asia Tenggara dijadikan tujuan utama impor sampah dari negara-negara maju, seperti Amerika, Kanada, dan negara-negara yang berada di Eropa. Menurut dia, sejak 1982 hingga saat ini, volume sampah impor terus bertambah.

Baca Juga

“Tiap tahunnya terus bertambah,” kata Suyoto saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (16/6).

Dia menyebut, alasan negara-negara maju mengekspor sampahnya ke kawasan Asia Tenggara disebabkan masih tersedia luas lahan yang mampu menggarap limbah tersebut. Padahal, kata dia, begitu sampah impor masuk dan membanjiri hampir merata di seluruh wilayah di Indonesia. Kebanyakan limbah tak terpakainya justru dibiarkan begitu saja.

Pengeluaran izin impor sampah oleh pemerintah mengacu pada alasan bahan baku industri. Namun, hal ini kerap diabaikan. Suyoto menjabarkan, pada faktanya banyak sampah impor yang masuk ke dalam negeri justru mencemari lingkungan dan tidak ada upaya penanggulangan berjangka panjang.

Hal itu secara langsung dinilai mengabaikan fakta, syarat impor sampah harus terbebas dari bahan berbahaya dan beracun (B3).

Pria yang juga merupakan Dewan Pembina Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia (KAWALI) itu juga menjelaskan, praktik impor sampah ke Indonesia menggunakan cara yang beragam. Salah satunya adalah menggunakan modus impor kertas. Padahal di dalamnya berisi sampah dan juga logam.

Menurut catatan Bagong, sejak tahun 1982, pemulung dan aktivis lingkungan sudah melakukan protes praktik impor sampah. Mereka mendatangi kantor DPR/MPR. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

"Mereka (massa aksi protes) serukan setop impor sampah karena hal itu memengaruhi harga hasil pungutan pemulung," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement