Ahad 16 Jun 2019 17:34 WIB

Permintaan Perlindungan Saksi Sebaiknya Disampaikan MK

MK bisa berkoordinasi dengan LPSK agar semua saksi dilindungi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Akademisi Bivitri Susanti (tengah)
Foto: Republika/Prayogi
Akademisi Bivitri Susanti (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengomentari keinginan kuasa hukum Prabowo-Sandiaga melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)  dalam melindungi saksi dan pakar ahli yang akan dihadirkan dalam persidangan sengketa Perolehan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) mendatang. Ia menilai keinginan itu akan lebih kuat jika permintaan tersebut disampaikan oleh MK. 

"Fungsi MK nggak sampai di situ (melindungi saksi), tetapi MK bisa berkoordinasi dengan LPSK, juga lembaga negara yang resmi juga mandatnya di situ, tentu saja akan lebih kuat kalau MK yang meminta kepada LPSK supaya semua saksi yang dihadirkan itu bisa dilindungi," ujar Bivitri di Jakarta, Ahad (16/6).

Baca Juga

Ia tidak mengetahui secara pasti apakah nantinya MK akan mengabulkan hal tersebut atau tidak. Namun, ia menilai permintaan perlindungan saksi tersebut adalah hal yang wajar. 

"Kalau MK melanjutkan ke LPSK sangat bisa tinggal bagaimana teknisnya saja," katanya.

Sementara itu Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai permintaan perlindungan saksi hanyalah gimmick. Menurutnya permintaan tersebut ingin menunjukan kepada publik seolah-olah ada ancaman.

"Semua perlu dilindungi, MK dilindungi, saksi dilindungi, pemohon dilindungi, termohon juga harus dilindungi, KPU, Bawaslu semua harus dilindungi, ini kan mau mengesankan ada seolah-olah (ancaman), itu triknya lawyer, advokatnya dia, bisa saja nggak apa-apa," katanya.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Sandiaga meminta agar LPSK ikut melindungi saksi dan ahli yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga. "Keterlibatan LPSK ini diperlukan untuk menjamin rasa aman bagi saksi dan ahli yang dihadirkan pasangan capres dan cawapres 02 untuk kepentingan pembuktian pada persidangan sengketa Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Agnes Marcellina saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (16/6).

Politikus Partai Gerindra itu mengungkapkan setidaknya saat ini sudah ada sekitar 30 saksi yang bersedia membuka bukti kecurangan Pilpres 2019. Namun, menurutnya, para saksi yang berasal dari sejumlah daerah di tanah air ini meminta jaminan keselamatan sebelum, saat, dan sesudah datang ke (MK) Jakarta untuk bersaksi.

"Demi keselamatan saat memberikan keterangan nanti, saksi yang dihadirkan dapat menggunakan sejumlah metode LPSK. Misalnya bersaksi dari jarak jauh menggunakan teleconference, berbicara di ruangan bertirai hitam untuk menyamarkan lokasi saksi, hingga menyamarkan sejumlah informasi tentang saksi demi keselamatan pribadi," katanya menjelaskan.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, ada dua cara agar LPSK memberikan perlindungan saksi, yakni menunggu putusan hakim atau mengajukan permohonan tersendiri dengan tembusan kepada LPSK. “Hari ini mereka akan mengajukan surat permohonan kepada majelis hakim dan MK untuk Perlidungan saksi, katanya akan diberikan tembusan ke LPSK. Dengan tembusan itu barang kali kita bisa melakukan koordinasi dengan MK karena MK ada MoU dengan LPSK,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement