REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Erika Nugraheny, Arif Satrio Nugroho, Ronggo Astungkoro
Pihak terkait berperkara telah melalui sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (16/6). Sidang itu menyisakan pertanyaan mengapa Majelis Hakim MK akhirnya menerima dan memberikan waktu yang cukup lama bagi Tim Hukum Prabowo-Sandi untuk memperbaiki petitum atau permohonan gugatan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun merasa diperlakukan tidak adil oleh MK. Pramono mengungkapkan, lembaganya sebetulnya keberatan jika pihak pemohon (Prabowo-Sandiaga Uno) diberikan waktu selama 17 hari, yakni 24 Mei - 10 Juni 2019 untuk memperbaiki permohonan gugatan. Sementara, KPU sebagai pihak termohon hanya memiliki waktu tiga hari.
"Kalau bicara prinsip keadilan kan keadilan bagi semua pihak, pihak pemohon mendapat tambahan waktu 17 hari dari 24 Mei sampai 10 Juni untuk menyampaikan perbaikan," jelas Pramono kepada wartawan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6).
"Sementara KPU hanya punya tambahan waktu tiga hari, yakni hari ini sampai Selasa (18/6). Sebenarnya itu bertentangan dengan prinsip persamaan. Bahkan ketika hanya ditambah satu hari pun tetap tidak adil bagi termohon," ungkapnya.
Pramono bahkan menilai meski mendapatkan tambahan satu hari, tetap saja keputusan ini dianggapnya tak adil. Alasannya, karena KPU memiliki beban untuk bisa mengumpulkan bukti-bukti dan saksi bila didasari dari permohonan gugatan yamg dibacakan hari ini.
"Karena kami kan punya beban menyampaikan bukti bukti, saksi-saksi dari seluruh wilayah Indonesia," jelasnya.
Meski begitu, KPU kata Pramono tetap menerima putusan hakim konstitusi. Pihaknya pun langsung menyiapkan jawaban secara tertulis dan memaksimalkan dalam mengumpulkan bukti-bukti.
"Tapi bagaimanapun itu sudah kami terima. Nanti jawaban secara tertulis akan kami sampaikan," tegasnya.
Tim Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga sempat mempersoalkan kebijakan Majelis Hakim MK dalam merespons revisi petitum Tim Hukum Prabowo-Sandi dan memundurkan jadwal sidang yang sedianya pada Senin, (17/6) menjadi Selasa (18/6). Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya ingin meluruskan hukum acara sesuai Undang-undang dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).
"Tapi rupanya dalam persidangan ini majelis hakim mengambil kebijakan sendiri yang menurut hemat kami berbeda dengan UU, berbeda dengan PMK," kata Yusril, Jumat (14/6).
Yusril mengatakan, perbaikan revisi, mengacu pada UU dan PMK membutuhkan waktu satu hari setelah dibacakan permohonan. Namun, hakim memberikan waktu dua hari baik pemohon (Prabowo-Sandi) maupun termohon (KPU) dan pihak terkait (Bawaslu).
Tim Hukum Jokowi menilai, seharusnya Tim Hukum Prabowo-Sandi selaku pemohon tidak perlu diberikan waktu untuk memperbaiki kembali permohonan. Terlebih, pemohon sudah memperbaiki permohonan sejak tanggal awal diajukan pada 24 Mei 2019, diperbaiki pada 10 Juni 2019.
"Ini bukan soal kekosongan hukum, karena kekosongan hukum dalam UU sudah diatasi oleh PMK. Bahwa PMK-nya kemudian dikesampingkan oleh majelis hakim ya kami hormati. Itulah keputusan majelis hakim," kata Yusril.
Saat permohonan gugatan dibacakan Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjajanto, interupsi sempat mewarnai sidang. Namun, penginterupsian itu tidak diperkenankan oleh Majelis Hakim MK.
"Perbaikan Permohonan ini juga diajukan pada 10 Juni 2019, atau masih dalam tenggang waktu sebelum permohonan didaftarkan dalam Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK), dan karenanya masih dalam rentang waktu perbaikan dapat dilakukan, sebagaimana dikonfirmasi oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono," kata Bambang.
Penjelasan Hakim MK
Atas keberatan yang disampaikan kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Hakim Suhartoyo, mengakui bahwa dalam PMK dan UU MK, memang tidak ada ruang untuk melakukan perbaikan permohonan untuk PHPU Pilpres. Namun, kata dia, semua pihak sudah mendengarkan penjelasan Prabowo-Sandi sebagai pemohon menyampaikan dasar hukum untuk melakukan perubahan dan MK tidak bisa menghindari hal tersebut demi transparansi.
"Kemudian secara faktual MK tidak bisa menghindari itu. Makanya demi transparansi baik pemohonan yang memenuhi syarat tiga hari tenggang waktu yang ditentukan dalam UU, PMK, itu kita register. Sementara ada naskah yang menurut pemohon adalah naskah perbaikan tetap kami kirimkan ke para pihak dengan pertimbangan sebagai bagian transparansi," ujar Suhartoyo dalam sidang.
Suhartoyo berpandangan, perbedaan penilaian para pihak terhadap perbaikan permohonan Prabowo-Sandiaga Uno sebaiknya diserahkan kepada majelis hakim yang nantinya akan memutuskan perkara tersebut. Dia berharap para pihak (pemohon, termohon dan pihak terkait) percaya kepada hakim MK yang akan mengambil keputusan secara bijaksana dan arif dengan pertimbangan dan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Semua itu serahkan ke MK. Nanti kami yang secara bijaksana dan seksama memutuskan berdasarkan argumentasi, pertimbangan-pertimbangan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan," tegas dia.
Yang terpenting, lanjut Suhartoyo, para pihak harus segera menatap ke depan untuk menghadapi sidang pembuktian dalam PHPU Pilpres ini. Menurut dia, sidang pembuktian ke depannya akan menguras energi dan pikiran dari para pihak yang berperkara.
"(Soal perbaikan permohonan Prabowo-Sandi) MK akan mempertimbangkan apakah merujuk pada UU atau PMK atau mengkombinasikan apa yang diargumenkan pemohon tadi," tuturnya.
Terkait apa yang menjadi pedoman dalam sidang pembuktian ke depan, apakah permohonan Prabowo-Sandi versi pertama (24 Mei 2019) atau versi perbaikan (10 Juni 2019), menurut dia tergantung para pihak menyampaikan bukti-buktinya. Pasalnya, dalam konteks pembuktian, para pihak bisa mengajukan bukti-bukti terkait, yang memiliki korelasi dengan dalil-dalil yang dimohonkan.
"Bukti-bukti terkait ini bisa maknanya luas, semua pihak bisa mengajukan bukti-bukti yang berkaitan sepanjang masih berkorelasi dengan dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan oleh pemohon atau dalil-dalil sangggahan bagi termohon atau keterangan dari pihak terkait," jelasnya.
Lebih lanjut, Suhartoyo menjelaskan sikap mahkamah atas perbaikan permohonan Prabowo-Sandi akan diputuskan pada putusan MK atas sengketa PHPU Pilpres ini. Semua pihak, kata dia, bisa membaca sikap MK pada putusan MK nantinya.
"Nanti mahkamah akan menilai itu dalam putusan. Insyaallah mahkamah akan bijak, cermat dan mengutamakan argumentasi yuridis dalam pertimbangan hukum," ujar dia.
[video] Tim Kuasa Hukum 02 Tetap Bacakan Berkas 10 Juni