REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA— Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berharap Inggris turut berinvestasi memperkuat transportasi publik berupa Mass Rapid Transit (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) di wilayah setempat.
"Kami berharap investasi berkaitan dengan penguatan transportasi publik terutama MRT dan LRT bisa diluaskan selain DKI Jakarta dan Jawa Barat, yaitu dikembangkan di Jatim," ujarnya usai bertemu Dubes Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik di kantor Gubernur Jatim jalan Pahlawan Surabaya, Jumat (14/6).
Kebutuhan pembangunan transportasi publik tersebut, kata dia, sangat mendesak sebab bisa menghubungkan kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbang Kertosusila).
Menurut dia, titik-titik jalan harus saling terkoneksi sehingga nantinya bisa terhubung dengan sentra Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seperti yang ada di Pasuruan maupun Gresik.
"Karena memang penguatan Gerbang Kertosusila menjadi sangat penting, serta terkoneksi antara satu ruas dan ruas lainnya," ucap gubernur perempuan pertama di Jatim tersebut.
Mantan menteri sosial itu berharap kepada duta besar Inggris untuk Indonesia bisa menindaklanjuti rencana tersebut sehingga tidak terhenti.
Sementara itu, Moazzam Malik mengakui memang telah ada kesepakatan antara konsorsium dari Inggris dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), salah satunya menyangkut MRT dan LRT di DKI, tapi bukan tidak mungkin hal yang sama dilakukan di Jatim.
"Kami terus ikuti arahan dari Pemprov dan Pemerintah Pusat," ucap pria yang juga dubes Inggris untuk ASEAN dan Timor Leste tersebut.
Inggris, lanjut dia, siap memberikan bantuan pembiayaan seandainya dibutuhkan, bahkan beberapa hari lalu diakuinya sudah berbicara dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terkait kesiapan membantu pembiayaan untuk percepatan pembangunan infrastruktur.
Kendati demikian, alumni University of Oxford itu mengingatkan pemerintah harus melakukan uji kelayakan tentang penyediaan transportasi massal berbasis rel dan harus dilakukan secara mandiri, serta perusahaan lokal yang menjadi pemimpin pengkajiannya.
"Karena tawaran dari Inggris berbeda dengan Cina dan Jepang. Bukan tidak bisa, tapi kami tidak berminat untuk membangun proyek seluruhnya. Kami mau kerja sama dengan mitra-mitra di Indonesia, dan kami harap mitra lokal yang akan memimpin proyek karena mereka tahu apa yang harus dilakukan," katanya.
Dalam membangun infrastruktur, dia menegaskan tidak ingin turut campur terlalu detail meski pihaknya andil memberikan bantuan pembiayaan.
"Jadi, nantinya pemerintah Inggris ingin berperan mengatasi keterbatasan keterampilan atau keuangan, tapi tidak akan masuk secara teknis bila MRT dan LRT diwujudkan di Jatim," katanya.