Jumat 14 Jun 2019 16:38 WIB

Ajakan Berbaju Putih ke TPS Jadi Salah Satu Pokok Gugatan 02

Ajakan berbaju putih ke TPS dinilai telah melanggar asas rahasia Pilpres 2019.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto saat menghadiri sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto saat menghadiri sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang pendahuluan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 telah digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6). Dalam pembacaan pokok permohonan, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sebagai pihak pemohon menyinggung soal pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) atas pemilu yang bebas dan rahasia.

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, menyampaikan, pokok permohonan mendalilkan adanya pelanggaran TSM atas asas pemilu bebas dan rahasia yang dilakukan Capres Paslon 01 Joko Widodo (Jokowi). Pelanggaran yang dimaksud yakni secara terus menerus berkampanye agar para pendukungnya datang ke TPS menggunakan baju putih.

Bahkan, kata Bambang, kubu Jokowi menuliskan pesan untuk ramai-ramai memakai baju putih saat datang ke TPS pada tanggal 17 April 2019. Pesan itu dinilai menimbulkan pembelahan di antara para pendukung, tetapi juga nyata-nyata telah melanggar asas rahasia dalam Pilpres 2019.

"Harusnya Capres Paslon 01, yang juga petahana paham betul bahwa memilih dalam pemilu dilindungi dengan asas kerahasiaan. Maka, instruksi untuk memakai baju putih ke TPS pada tanggal 17 April 2019, jelas-jelas akan melanggar asas rahasia yang ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," kata BW dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6).

Menurutnya, ajakan memakai baju putih untuk mencoblos di tanggal 17 April itu juga adalah pelanggaran serius atas asas pemilu yang bebas. Ia beranggapan, hal itu menimbulkan tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih yang tidak memilih Paslon 01, dan karenanya tidak berkenan memakai baju putih.

"Meskipun, baru merupakan ajakan, tetapi karena dilakukan Capres Paslon 01 yang juga Presiden Petahana, maka ajakan demikian tentu mempunyai pengaruh psikologis yang mengganggu kebebasan rakyat pemilih dalam pelaksanaan Pilpres 2019, dan karenanya melanggar asas pemilu yang bebas," ujar dia.

Menurut dia, pelanggaran asas-asas pemilu yang rahasia dan bebas tersebut bersifat terstruktur karena dilakukan langsung oleh Capres Paslon 01, yang juga capres pejawat dan pemegang struktur tertinggi dalam pemerintahan. Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga menilai, hal tersebut bersifat sistematis karena dengan matang direncanakan, berbaju putih datang ke TPS untuk dilaksanakan pada hari pencoblosan 17 April.

Serta bersifat masif. Karena dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat mempengaruhi psikologi pemilih dan amat mungkin menimbulkan intimidasi kepada pemilih, dan akhirnya bisa jadi membawa pengaruh bagi hasil Pilpres 2019.

"Atas pelanggaran TSM yang mendasar dan menabrak asas pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tersebut, maka Paslon 01 nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas asas-asas pemilu yang sangat mendasar dan prinsipil, dan karenanya sudah sepatutnya Paslon 01 didiskualifikasi sebagai pasangan calon peserta Pilpres 2019," ungkap BW.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement