Jumat 14 Jun 2019 14:50 WIB

Yusril: Tim Prabowo Kutip Pernyataan yang tak Relevan Lagi

Tim Prabowo Kutip Pernyataan Yusril saat sidang sengketa Pilpres 2014

Tim Kuasa Hukum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra saat mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tim Kuasa Hukum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra saat mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menilai pernyataannya tahun 2014 yang dikutip tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum, Jumat (14/6) sudah tidak relevan.

"Omongan saya itu Tahun 2014. Setelah ada UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu), sudah tidak relevan," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Dalam sidang pendahuluan di MK, kuasa hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah sempat mengutip pernyataan sejumlah ahli hukum tata negara, salah satunya pernyataan Yusril Ihza Mahendra Tahun 2014 terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi yang tidak terbatas pada mengadili perselisihan perolehan suara Pemilu. Yusril menyatakan itu kala menjadi saksi sidang MK untuk pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta Tahun 2014.

Menurut Yusril, ibarat sebuah hadist, pernyataan itu dikeluarkan lantaran ada penyebabnya. Dia mengaku menyatakan hal itu lantaran pada 2014 tidak jelas siapa yang berwenang mengadili perkara kecurangan terstruktur, sistematis dan masif.

"Kalau orang belajar hadist itu ada sebab-sebab kenapa hadist diucapkan. Omongan saya tidak relevan dikemukakan sekarang," ucap dia.

Dia menekankan setelah ada UU Pemilu, sudah jelas kewenangan dalam penyelesaian setiap pelanggaran pemilu.

"Misalnya, pelanggaran administarif itu menjadi kewenangannya Bawaslu dan PTUN, kemudian pelanggaran pidana seperti ''money politic'' kewenangan Gakkumdu dan diserahkan ke polisi serta jaksa," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement