REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua bersama sejumlah organisasi masyarakat ikut mengawal sidang permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Ia ingin dalam sengketa Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menjalankan perannya secara profesional.
"Agar MK menegakkan hukum atau justice yang bersih atau yang jujur tidak atas tekanan-tekanan pihak-pihak," ujar Abdullah di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6).
Abdullah menjelaskan, dalam aksinya tersebut ia tak membela salah satu pasangan calon presiden. Ia hanya menginginkan MK, sebagai lembaga hukum dapat menjalankan tugasnya secara profesional.
"Karena itulah saya turun ke lapangan, tujuan kami untuk memberikan dukungan moril kepada MK, agar MK mendapatkan tugas secara tupoksi tanpa intimidasi tanpa tekanan," ujar Abdullah.
Suasana sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Selain memberi dukungan untuk MK, ia menilai para akademisi di Indonesia banyak yang memilih diam dengan sejumlah hal yang terjadi di Indonesia. Dengan adanya sengketa Pilpres 2019, ia berharap hal itu dapat memberi pelajaran penting kepada generasi muda untuk lebih peduli kepada kondisi bangsa.
"Saya ingin menghilangkan fenomena intelektual corruption atau secara teori banyak akademisi yang hanya diam dan bungkam dalam memandang demokrasi Indonesia yang bermasalah," ujar mantan penasehat KPK itu.
Dalam aksinya tersebut, Abdullah mengatakan bahwa massa yang akan datang berjumlah sekitar 1.000 hingga 1.500 orang. Aksi digelar pihaknya sejak pukul 09.00 WIB, dan rencanya akan selesai pada pukul 17.00 WIB. "Kami sudah mendapatkan izin dari pihak kepolisian untuk melaksanakan aksi dan pihak kepolisian memberikan izin," ujar Abdullah.