REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri mengungkapkan penyidikan terhadap mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen, lebih kepada persoalan kepemilikan senjata api ilegal. Tentang rencana pembunuhan empat tokoh nasional, penyidik di kepolisian belum menemukan motivasi para terduga pelaku terkait konspirasi mematikan itu.
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra menerangkan, saat ini penyidikan di Polda Metro Jaya sudah menetapkan delapan tersangka yang menyangkut perkara Kivlan Zen. Dari delapan tersangka tersebut, penyidik membaginya ke dalam lima kategori. Pertama adalah inisiator, kedua penyandang dana, kemudian yang menyediakan dan pencari senjata api.
Dan yang keempat, perencana aksi pembunuhan, serta terakhir para calon eksekutor. “Pada proses penyidikan dalam kejahatan ini, lebih dikonsentrasikan kepada kepemilikan senjata api secara ilegal. Kemudian untuk apa motifnya, masih dalam penyelidikan,” kata dia saat dijumpai di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Rabu (12/6). Pengambangan kasus ini, kata Asep akan diumumkan setelah hasil penyidikan lanjutan di Polda Metro Jaya.
Sejak 30 Mei, Polda Metro Jaya resmi menitipkan Kivlan ke Rutan Guntur Jakarta. Ia ditahan lantaran dua kasus hukum yang saat ini ditangani kepolisian. Kasus pertama, menyangkut makar. Kedua menyangkut rencana pembunuhan empat tokoh nasional. Pada Senin (11/6), di Kemenko Polhukam, penyidik Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary Syam membeberkan kiprah Kivlan terkait rencana pembunuhan.
Dikatakan, Kivlan sebagai orang yang memerintahkan HK, I dan AZ untuk mencari senjata dan eksekutor rencana pembunuhan. Target yang dibunuh, yakni Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Staf Presiden Gories Merre. Satu target pembunuhan lainnya, yakni Yunarto Wijaya yang terkenal sebagai akademisi dari Charta Politica.
Selain HK, I, dan AZ, ada tiga tersangka lainnya. Yakni, TJ, AD, dan AF. Inisial terakhir, disebut sebagai perempuan, istri dari purnawirawan Angkatan Darat (AD) berpangkat mayor jenderal yang disebut salah satu penyedia senjata api. Perintah Kivlan untuk mencari senjata api dan melakukan pembunuhan, didanai oleh tersangka lain yang diungkapkan AKBP Ary, bernama Habil Marati, politikus oposan internal dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Meski dikatakan sebagai aktor perencana pembunuhan, namun kepolisian hanya menebalkan satu pasal pidana terkait penahanan Kivlan saat ini. Yakni Pasal 1 UU Darurat nomor 12/1951. Beleid tersebut mengatur tentang ancaman piana seumur hidup bagi masyarakat di wilayah hukum Indonesia, yang memiliki atau menyimpan, dan mendapatkan senjata api dengan cara-cara ilegal.
Salah satu kuasa hukum Kivlan, Muhammad Yuntri saat dihubungi Republika.co.id, menyampaikan ada persangkaan berlebihan yang dilakukan kepolisian terhadap kliennya. Kata dia, ada tiga dugaan pidana yang selama ini dituduhkan kliennya, namun sengaja dirangkum menjadi satu dugaan pidana untuk memberikan penghakiman paksa. Tiga persangkaan terhadap Kivlan itu, yakni, makar, kepemilikan senjata api, dan rencana pembunuhan.
Yuntri menjelaskan, opini yang disebar oleh pemerintah dan aparat penegak hukum di kepolisian, menggiring penilaian tentang kiprah Kivlan yang menjadi dalang rencana pembunuhan. Padahal, kata dia, tuduhan itu berawal dari masalah kepemilikan senjata api yang dituduh penyidik ilegal. Menurut Yuntri, kepolisian tak punya penjelasan hukum yang terang terkait seluruh sangkaan terhadap Kivlan.
Jika kepolisian mengatakan kepemilikan senjata api ilegal tersebut untuk melakukan pembunuhan, pembuktian dari tuduhan tersebut harus menyertakan tentang asal-usul senjata api tersebut. Yuntri mengatakan, Kivlan memang memiliki senjata api. Senjata tersebut didapat dari bekas supir pribadinya, Iwan. Namun senjata api tersebut, bukan diperuntukan untuk membunuh orang. Melainkan untuk membunuh hewan liar yang ada di kawasan Gunung Picung, Bogor, domisili tinggal Kivlan.
“Iwan ini yang memberikan senjata kepada Pak Kivlan untuk membunuh babi. Iwan ini juga yang menyampaikan informasi kepada Pak Kivlan, bahwa dia (Kivlan) jadi target pembunuhan,” ujar Yuntri. Namun pada Mei lalu, Iwan ditangkap kepolisian, dan mengatakan kepada penyidik tentang rencana Kivlan membunuh empat tokoh nasional dan satu akademisi di Jakarta. “Padahal Iwan, Maret lalu kepada Pak Kivlan mengatakan empat itu yang akan membunuhnya,” terang Yuntri.
Yuntri menambahkan, dengan opini kepolisian saat ini yang menebalkan Kivlan sebagai rencana pembunuhan, pun tak ada pembuktikan hukumnya. Karena rencana pembunuhan, baru dapat dikatakan perbuatan pidana jika rencana tersebut berujung pada aksi pembunuhan, atau adanya fakta hukum yang terjadi tentang upaya pembunuhan. “Bagaimana polisi membuktikan rencana pembunuhan itu? Kalau itu rencana, tapi orangnya (empat target pembunuhan) masih hidup,” kata Yuntri.