Selasa 11 Jun 2019 20:24 WIB

Skenario Pembunuhan Tokoh Libatkan Kivlan Versi Polisi

Skenario pembunuhan tokoh nasional diungkap polisi lewat keterangan Iwan di video.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Nur Aini
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (tengah) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) usai memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (tengah) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) usai memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi mengungkap alur rencana pembunuhan empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei lewat pengakuan tersangka Iwan yang diputar melalui video dalam keterangan pers, Selasa (11/6). Rencana pembunuhan tersebut dimulai dari pemberian uang kepada Kivlan Zein untuk membeli senjata.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam menyebut, Kivlan Zein menerima uang yang berasal dari Habil Marati alias HM. HM diketahui merupakan seorang politikus senior PPP. Habil memberikan dana pada Kivlan untuk membeli senjata.

Baca Juga

"Tersangka HM ini berperan yang pertama memberikan uang, uang yang diterima KZ (Kivlan Zein) itu berasal dari tersangka HM," kata Ade Ary dalam rilis pers di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa (11/6).

Uang yang diberikan kepada Kivlan sekitar Rp 150 juta. Selain itu, tersangka HM juga memberikan uang Rp 60 juta pada tersangka HK alias I alias Iwan untuk biaya operasional membeli senjata api.

Selanjutnya, Kivlan memberikan arahan pada Iwan untuk mencari eksekutor. Dalam keterangan pers itu, Ade Ary memutar video pernyataan Iwan yang ditangkap polisi pada 21 Mei 2019.

Dalam video itu, Iwan menyatakan, pada Maret 2019, ia dan tersangka lain, Udin (Tajudin alias TJ) bertemu dengan Kivlan di Kelapa Gading. "Di tempat tersebut, saya diberi uang Rp 150 juta untuk membeli senjata laras pendek dua pucuk, dan panjang dua pucuk. Uang diterima alam bentuk dolar Singapura dan langsung ditukar di money changer," kata Iwan dalam video itu.

Iwan juga sempat membeli senjata dari seorang perempuan, yakni tersangka AF dengan nilai sekitar Rp 55 juta. Tersangka Armi alias AD juga menjadi pemasok senjata berupa senpi rakitan meyer, senpi rakitan laras pendek, dan senpi rakitan laras panjang.

Iwan mengaku sempat dikejar-kejar oleh Kivlan sebelum mendapatkan senjata pesanan. Saat ditangkap pada Mei, Iwan yang menjadi pemimpin tim eksekutor masih mengantongi senjata Revolver dengan kaliber 38.

"Saya bawa memang ke lokasi demo apabila menemukan massa tandingan, dan membahayakan anak buah saya, maka saya akan selamatkan anak buah saya," kata dia, masih dalam video yang diputar polisi.

Iwan menyerahkan senjata dan berkoordinasi dengan anggota tim eksekutor lain, yakni Tajudin alias TJ sebagai pemegang laras panjang, dan tersangka AZ pemegang revolver lain. Peran TJ dijelaskan polisi melalui video pengakuan yang diputar di depan pers.

"Saya dapat perintah dari Kivlan Zen melalui Rahmat Kurniawan alias Iwan (HK), saya diberikan uang tunai total 5 juta dari Kivlan Zen melalui Iwan, senjata laras panjang kaliber," kata TJ di video.

Target mereka, menurut polisi, adalah membunuh empat tokoh nasional; Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Gories Mere. Selain itu, pimpinan lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya disebut turut menjadi target pembunuhan. Eksekusi untuk Yunarto diperintahkan pada Irfansyah alias IR dan Yusuf alias Y.

Polisi kembali memutar pernyataan Irfansyah lewat video. Menurut penuturan Irfansyah, ia mendapat telepon dari sopir Kivlan bernama Armi untuk bertemu di sebuah masjid, di Pondok April pada April 2019. Ia ditemani rekannya Yusuf pun menemui Kivlan.

"Pak Kivlan shalat Asar sebentar, setelahnya memanggil saya lalu saya masuk ke dalam mobil pak Kivlan, lalu mengeluarkan HP dan menunjukkan alamat serta foto Yunarto quick count dan pak Kivlan (menyuruh) cari alamat ini," kata Irfansyah.

Ia mendapat order untuk mengintai kediaman Yunarto Wijaya, yakni di Jalan Cisanggiri 3 nomor 11 dengan bekal operasional Rp 5 juta. "Kalau ada yang bisa eksekusi saya jamin anak istri liburan ke manapun," tutur Irfansyah menirukan pesanan Kivlan.

Irfansyah menerima pesanan itu dan setuju untuk menjadi eksekutor bersama Yusuf. Ia memulai aksinya dengan memotret dan video, lalu melapor pada Armi. Namun, lama kelamaan, laporannya tak direspons Armi, hingga pada 19 Mei 2019, Irfansyah dibekuk polisi berpakaian preman. Yusuf kabur dan menjadi buron kepolisian.

Polisi masih belum bisa menyimpulkan motif dari rencana pembunuhan tersebut. Polisi juga masih berupaya menyelidiki secara utuh benang merah rencana pembunuhan tersebut dengan peristiwa kerusuhan 22 Mei 2019, hingga penyelundupan senjata eks Danjen Kopassus Mayjen Soenarko.

"Memang sudah ada petunjuk, alat bukti, sudah ada connect antara massa yang sudah kami proses hukum, ada beberapa keterangan mereka disuruh A, B, dari daerah mana," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, Selasa (11/6).

Tetapi, kata Iqbal, belum waktunya polisi menyampaikan. Iqbal beralasan, proses penyelidikan masih berlangsung. Penyampaian yang terburu buru dianggap akan mengganggu proses tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement