Selasa 11 Jun 2019 16:44 WIB

KPU Tunggu Sikap MK Soal Polemik Jabatan Maruf Amin

KPU bisa menindaklanjuti polemik ini jika MK menerima permohonan perbaikan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menanti sikap Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyikapi polemik jabatan calon wakil presiden (cawapres) Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah pada dua bank yang disebut sebagai BUMN. Sebab, KPU baru bisa memastikan menindaklanjuti polemik ini jika MK menerima permohonan perbaikan perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres. 

Menurut Komisioner KPU Hasyim Asy'ari, informasi awal soal Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno yang mempersoalkan jabatan Ma'ruf Amin tersebut diperoleh dari media. Secara resmi, KPU hingga saat ini belum menerima dokumen salinan permohonan perbaikan perkara PHPU pilpres.  

Baca Juga

"Perlu kami klarifikasi bahwa itu nanti akan menjadi bagian dari jawaban KPU atau tidak, tentu saja melihat perkembangan apakah Perbaikan gugatan itu diterima atau tidak oleh MK. Nah kalau tidak diterima, buat apa kami sudah-sudah untuk mengargumentasikan itu dan mendailkan itu," ujar Hasyim ketika dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6).

Hasyim mengakui KPU berkoordinasi dengan MK untuk memastikan apakah perbaikan gugatan dari Tim Hukum BPN diterima atau tidak. Sebab, hal yang akan dijawab oleh KPU adalah materi gugatan dari pemohon yang diterima oleh MK.  

Hasyim menjelaskan jika dalam Peraturan MK (PMK) ada perbedaan antara hukum acara PHPU pilpres dan PHPU pileg. Dalam PHPU pileg, ada jadwal untuk mengajukan perbaikan permohonan, yakni pada 9-31 Mei.  

"Tetapi untuk pilpres sepengetahuan saya ya sekali lagi dalam peraturan MK itu tidak dijadwalkan. Bisa jadi itu dimaknai bahwa tidak diberikan kesempatan untuk perbaikan. Namun,  sekali lagi itu tergantung MK, sehingga KPU sifatnya menunggu saja yg diproses MK saja," tegasnya.  

Sebelumnya, Hasyim menilai status badan hukum Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah bukanlah perusahaan BUMN. Keduanya hanyalah anak perusahaan BUMN. 

"Anak perusahaan itu berbeda dengan BUMN, karena status badan hukum dan kedudukan keuangannya anak perusahaan BUMN terpisah dari keuangan BUMN," jelas Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Hasyim kemudian merujuk kepada putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap gugatan Mirah Sumirat. Mirah merupakan caleg DPR RI dari Partai Gerindra.

Mirah Sumirat menggugat keputusan KPU dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai caleg karena berprofesi sebagai karyawan PT Jalantol Lingkar Jakarta (JLJ). 

Namun, Bawaslu menganggap PT JLJ bukan sebagai perusahaan BUMN, melainkan hanya anak perusahaan BUMN. Untuk itu, Mirah Sumirat diloloskan oleh KPU sebagai caleg DPR RI. 

Merujuk kepada putusan Bawaslu ini, Hasyim menilai Ma'ruf Amin tidak melanggar Pasal 227 huruf P Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Posisi Ma'ruf Amin sama dengan Caleg DPR RI Gerindra, Mirah Sumirat yang menjadi pegawai anak perusahaan BUMN, yaitu sama-sama memenuhi syarat, karena bukan pejabat/pegawai BUMN," jelasnya. 

Ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjajanto menyatakan paslon capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin telah melanggar Pasal 227 huruf P Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pelanggaran ini terkait dengan Ma'ruf Amin yang masih tercatat menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. 

Bambang menyatakan ada kemungkinan diskualifikasi Ma'ruf setelah memperbaiki berkas permohonan gugatan ke MK itu.  Menurut dia, paslon peserta pilpres seharusnya tidak menjadi karyawan atau pejabat BUMN.

"Kami cek berulang kali dan memastikan kalau ini ada pelanggaran yang sangat serius. Nah, inilah yang mungkin menjadi salah satu yang paling menarik. Anda mau yang paling topnya kan ini salah satunya," kata Bambang pada Senin.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement