Jumat 07 Jun 2019 16:09 WIB

LBH Sebut DKI Hanya Punya Lima Alat Deteksi Kualitas Udara

Menurut ahli seharusnya alat pengukur kualitas udara minimal 66 alat

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kualitas Udara Jakarta. Petugas keamanan melintas di dekat papan Indeks Standar Pencemaran Udara (IPSU) di Kawasan Gelora Bung Karno, Jakata, Kamis (14/3).
Foto: Republika/Prayogi
Kualitas Udara Jakarta. Petugas keamanan melintas di dekat papan Indeks Standar Pencemaran Udara (IPSU) di Kawasan Gelora Bung Karno, Jakata, Kamis (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan ada 37 calon penggugat atau warga yang merasa dirugikan akibat buruknya udara Ibu Kota. Akan tetapi, menurut pengacara publik LBH Jakarta Ayu Eza Tiara, pihaknya harus melakukan verifikasi terhadap para calon penggugat tersebut.

"Kita buka satu bulan ternyata sudah ada 37 yang mau menggugat pemerintah, tapi memang kita verifikasi lagi dong, kita enggak mungkin sembarangan, ini orang harus punya legal standing segala macam," ujar Ayu saat dihubungi Republika, Jumat (7/6).

Baca Juga

Ayu mengatakan, gugatan akan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juni 2019 ini. Ia mengaku, LBH Jakarta telah melakukan riset dan kajian selama satu tahun terkait pencemaran udara di Ibu Kota ini bersama para aktivis dan organisasi non-pemerintah (NGO) yang fokus terhadap hal ini.

Ayu mengatakan, menurut ahli seharusnya ada alat pengukur kualitas udara dengan minimal 66 alat. Sebab, banyak jenis polusi udara seperti partikulat matter (PM) berbagai ukuran debu dari PM10, sampai yang kecil mematikan PM 2,5, juga karbondioksida. Parameter pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah (PP) ada 13 macam

Sementara di DKI hanya tersedia lima alat saja. Untuk itu, Ayu mengatakan, dengan anggaran besar yang dimilikinya, Pemprov DKI harus menyediakan alat itu. Sebab, pemerintah seharusnya melakukan upaya-upaya efektif.

"Alatnya murah kok, pemerintah DKI Jakarta kan anggarannya bisa sampai ratusan miliar, tetapi masalahnya ada kemauan enggak, ada pengertian enggak," tutur Ayu.

Menurut Ayu, pemerintah juga menyumbang pencemaran udara dengan membakar sampah di tempat pembuangan sampat sementara. Padahal, sampah tak justru hilang, tetapi menimbulkan masalah baru dengan bahan-bahan kimia yang menguap ke udara.

Selain itu, uji emisi kendaraan bermotor yang harus dilakukan secara berkala. Ayu menuturkan, masih banyak ditemukan kendaraan-kendaraan dengan asap knalpot yang hitam masih mengaspal sehingga mengotori udara Jakarta.

"Dan itu harusnya ada pengecekan emisi secara berkala. Lihat saja bus saja sudah bisa mengeluarkan asap hitam tetap bisa beroperasi itu bagaimana," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement