Selasa 04 Jun 2019 07:35 WIB

Aktivitas Merapi di Awal Juni Lebih Aktif dari Bulan Lalu

Tingkat aktivitas Gunung Merapi memang masih berstatus waspada.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Sejumlah wisatawan mengambil gambar puncak Gunung Merapi di Bukit Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (24/5/2019). Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta merekomendasikan jarak aman melihat fenomena guguran lava pijar Gunung Merapi menjadi obyek wisata adalah radius tiga kilometer dari puncak.
Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Sejumlah wisatawan mengambil gambar puncak Gunung Merapi di Bukit Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (24/5/2019). Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta merekomendasikan jarak aman melihat fenomena guguran lava pijar Gunung Merapi menjadi obyek wisata adalah radius tiga kilometer dari puncak.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tingkat aktivitas Gunung Merapi memang masih berstatus waspada. Tapi, jika dibandingkan April dan Mei, aktivitas awal bulan pada Juni 2019 memang jauh lebih tinggi.

Hal itu bisa dilihat dari setidaknya dua aktivitas guguran baik awan panas maupun lava pijar. Sebab aktivitas kedua guguran pada awal Juni memang jauh lebih tinggi dibanding April dan Mei.

Baca Juga

Selama tiga hari terakhir saja, periode pengamatan 1-3 Juni 2019, Gunung Merapi sudah mengeluarkan tiga kali guguran awan panas. Selain awan panas, aktivitas lava pijar terbilang cukup tinggi.

Setidaknya, ada 27 guguran lava pijar sudah dimuntahkan Gunung Merapi. Uniknya, terjadi dengan jumlah yang cukup rutin setiap harinya yaitu masing-masing 9 kali satu guguran dalam satu hari.

Untuk awan panas, guguran terjauh terjadi 1 Juni dengan jarak luncur 1.200 meter ke arah hulu Kali Gendol. Untuk lava pijar, guguran terjauh terjadi pada 1 Juni dengan 1.100 meter.

Secara kuantitas guguran awan panas dan guguran lava pijar, tentu aktivitas Gunung Merapi pada awal Juni terbilang cukup tinggi. Bahkan, lebih tinggi jika dibandingkan awal April dan awal Mei.

Pada awal April, periode pengamatan 1-3 April 2019, cuma terjadi dua kali guguran awan panas. Sedangkan, untuk lava pijar, Gunung Merapi cuma memuntahkan lima kali guguran.

Kondisi serupa terjadi pada awal Mei. Sebab, periode pengamatan 1-3 Mei 2019 menunjukkan, cuma terjadi delapan guguran lava pijar dan belum ada satupun guguran awan panas yang terjadi.

Akhir pekan lalu, Kepala BPPTKG, Hanik Humaida mengatakan, Gunung Merapi memang memasuki fase erupsi magmatis sejak 11 Agustus 2018. Kondisi itu ditandai kemunculan kubah lava.

Walau terus tumbuh, laju pertumbuhan terbilang rendah karena hanya sekitar 3.000 meter kubik per hari hingga Januari 2019. Setelah itu, kubah lava berhenti tumbuh.

Sejak 29 Januari 2019, aktivitas memasuki pembentukan awan panas dan guguran lava. Hingga 1 Juni 2019, telah terjadi 72 kejadian awan panas.

Jarak luncurnya rata-rata satu kilometer dan maksimal dua kilometer ke arah Kali Gendol. BPPTKG telah memperkirakan kejadian ke depan dari pemodelan potensi runtuh kubah lava.

"Jarak luncur awan panas terjauh diperkirakan tidak akan melebihi tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi ke arah Kali Gendol," kata Hanik, beberapa waktu lalu.

Ia menerangkan, kegempaan saat ini didominasi gempa guguran yang mencapai 30 kali per hari. Diikuti gempa multiphase empat kali per hari dan gempa frekuensi rendah tiga kali per hari.

Selain itu, ada gempa hembusan yang terjadi rata-rata tiga kali per hari. Ada pula gempa vulkano-tektonik dangkal dan dalam yang sesekali terjadi.

"Masih munculnya kegempaan multiphase dan vulkano-tektonik menandakan suplai magma masih berlangsung. Walaupun, lajunya rendah," ujar Hanik.

Berdasarkan kondisi aktivitas di atas, BPPTKG masih menetapkan status waspada untuk aktivitas Gunung Merapi. Rekomendasi yang diberikan BPPTKG masih belum banyak berubah.

Di luar radius tiga kilometer dari puncak, masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa. Selain itu, obyek-obyek wisata di sekitar Gunung Merapi di luar radius masih aman dikunjungi.

Ada Kawasan Kaliurang, Kaliadem, Klangon, Deles, dan kawasan-kawasan lain di luar radius tiga kilometer. Namun, masyarakat dan pemerintah diminta mempersiapkan prosedur penanganan.

Khususnya, untuk kondisi darurat terhadap aktivitas masyarakat atau wisatawan di alur Kali Gendol dan sekitarnya. Masyarakat sekitar diimbau mengantisipasi gangguan akibat debu vulkanik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement