REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cawapres KH Ma'ruf Amin mengatakan Pemilu 2019 sudah selesai dengan aman. Ia pun berharap para tokoh nasional saat ini memiliki jiwa besar dan mewarisi jiwa negarawan dari para pendiri bangsa untuk dapat menyepakati keputusan konstitusional seperti hasil pemilu.
"Pemilu 2019 sudah selesai dengan aman. Karena itu saya mengucapkan syukur. Kalaupun ada gangguan sedikit-sedikit, tapi secara keseluruhan tetap aman," kata KH Ma'ruf Amin, saat menyampaikan sambutan pada acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPD RI, Oesman Sapta, di Jakarta, belum lama ini.
Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, pada pemilu 2019, berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count, pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma''ruf Amin menang. "Tapi menangnya masih digantung. Seperti masih mualaf," katanya.
Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, kata dia, harus menunggu keputusan hasil penghitungan manual oleh KPU. "Ketika KPU mengumumkan hasil rapat pleno penghitungan suara yang dimenangkan Jokowi-Ma''ruf, juga masih digantung, karena masih digugat ke MK. Jadi masih harus menunggu keputusan MK," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Ma'ruf Amin merefleksikan kisah bagaimana para pendiri bangsa merumuskan aturan hukum dan landasan negara, pada saat Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1945. "Negara Indonesia dibentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan dari para pendiri negara yang berbeda latar belakang," katanya.
Menurut Ma'ruf, Indonesia merdeka dan dibentuk berdasarkan kesepakatan sehingga disebut daarul mizaq. Kiai Ma'ruf menegaskan, menyamakan pandangan untuk mencapai kesepakatan itu tidak mudah, diperlukan jiwa besar dan sikap negarawan.
"Namun, para pendiri bangsa itu memiliki jiwa besar, sehingga kesepakatan bentuk negara dan landasan filosofi negara Indonesia dapat dicapai," katanya.
Dalam kondisi saat ini, Kiai Ma'ruf berharap, para tokoh nasional memiliki warisan jiwa besar dan sikap negarawan yang diterapkan dalam situasi saat ini. Menurut Kiai Ma'ruf, masyarakat Indonesia mayoritas Muslim, yang setiap tahun menjalani ibadah puasa.
"Puasa itu prinsipnya ujian menahan nafsu. Menahan amarah. Amarah itu dalam konteks kehidupan bernegara, bisa dikendalikan sesuai dengan aturan perundangan dan konstitusi," katanya.