REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU— Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau memperkirakan harimau Sumatra yang menerkam buruh pemanen akasia hingga meninggal dunia di kawasan konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak tiga ekor
“Berdasarkan hasil pengecekan awal, diduga harimau Sumatra yang membunuh korban terdiri dari satu induk betina, dan dua anaknya,” kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono, dalam pernyataan pers di Pekanbaru, Jumat (31/5).
Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) menerkam pekerja bernama M Amri pada Kamis, (23/5) hingga meninggal dunia. Korban diserang harimau liar di Kanal Sekunder 41 PT RIA di Desa Tanjung Simpang Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Suharyono mengatakan upaya-upaya yang sudah dilakukan setelah terjadi insiden itu antara lain memberhentikan sementara aktivitas pada lokasi kejadian dan sekitarnya dalam radius dua kilometer sebagai zona merah, dan pada areal sekitarnya di atas dua kilometer sebagai zona kuning yang artinya dapat melakukan aktivitas dengan prinsip kehati-hatian yang sangat tinggi.
Meningkatkan kegiatan patroli bersama tim BKO dari TNI dan Polri, BBKSDA Riau dengan menambahkan personel dari pemerintah daerah, baik itu Satpol PP, BPBD, Dinas LHK ataupun KPHP pada lokasi kejadian, serta konsesi yang berada di sekitar lokasi kejadian.
Selain itu, kata Suharyono, dilakukan penambahan papan informasi dan papan peringatan pada jalur lintasan satwa serta melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan untuk lebih waspada dan mengikuti SOP yang telah ada. “Selain itu, telah dilakukan pemasangan camera trap,” katanya.
Meski begitu, Suharyono mengatakan pihaknya tidak akan mengambil opsi menangkap satwa dilindungi tersebut karena konsesi PT RIA yang menjadi lokasi insiden masuk dalam lansekap Kerumutan, yang merupakan habitat Si Belang tersebut.
Konsesi anak perusahaan kelapa sawit dari Sinar Mas Grup itu masih ke dalam lanskap Kerumutan yang merupakan kantong harimau Sumatra. Selain itu, dalam kurun waktu 1,5 bulan terakhir ini di wilayah itu muncul harimau liar yang keberadaannya sempat terekam video karyawan perusahaan tersebut.
Lokasinya masih satu kawasan di Pelangiran tempat penyerangan harimau Bonita. Pada 2018 di lanskap Kerumutan Kecamatan Pelangiran juga terjadi kasus kemunculan Harimau Sumatra liar yang diberinama Bonita.
Harimau Sumatra betina ini berkeliaran di areal pemukiman warga dan perkebunan sawit PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP), yang merupakan perusahaan asal Malaysia. Selama sekitar empat bulan Bonita berkeliaran dan membuat heboh karena dua kali menerkam dua manusia hingga tewas.
Jumiati, menjadi korban pertama yang meninggal pada awal Januari 2018. Perempuan berusia 33 tahun tersebut diserang Bonita saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.
Korban kedua adalah Yusri Efendi (34) yang meregang nyawa di desa yang sama, namun berjarak ekitar 15 kilometer dari lokasi tewasnya Jumiati.
Bonita berhasil dilumpuhkan tim terpadu setelah dua kali ditembak bius pada 20 April 2018. Proses pencarian Bonita mengukir drama tersendiri, hingga yang paling menarik ketika seorang ahli bahasa satwa asal Kanada didatangkan membantu proses penangkapan.
Saat ini Bonita dievakuasi menuju Pusat Rehabilitasi Satwa Dharmasraya, Sumatra Barat. Di pusat rehabilitasi milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo tersebut, Bonita diobservasi perilakunya yang selama ini dinilai menyimpang karena suka mendekati manusia.