REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengamankan dua pemuda diduga penyebar hoaks atau berita bohong di media sosial. Dua pemuda tersebut yakni FA (20 tahun) dan AH (24 tahun) yang diamankan dari kediamannya masing-masing di Srengseng.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, keduanya diamankan pada waktu yang berbeda. FA merupakan karyawan swasta di Jakarta Barat yang diamankan pada 28 Mei 2019, sedangkan AH diamankan pada 29 Mei 2019.
“Keduanya diamankan diduga menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian dan permusuhan individu atau kelompok berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. Serta penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat melalui Facebook,” kata Dedi kepada Republika.co.id, Jumat (31/5).
Mengenai hoaks yang dilakukan para pemuda tersebut menurut Dedi, adalah potongan video Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada saat melakukan inspeksi pasukan pengamanan Pilpres 2019. Di mana dalam video asli, Dedi mengatakan, Kapolri menanyakan kepada anggotanya, "Saya mau tanya, kalau di lapangan tiba-tiba ada orang bawa parang mau membunuh masyarakat, boleh enggak ditembak?” Yang kemudian dijawab oleh pasukan Brimob, “Siap, boleh Jenderal.”
Namun oleh pelaku, video tersebut di edit hanya pada pernyataan "... masyarakat boleh enggak ditembak?". Pada caption akun Facebook tersebut, tersangka FA mengatakan “Maksudnya apa ya masyarakat boleh di tembak?”
Dedi mengatakan, dari hasil intrograsi sementara, pelaku mengaku telah melakukan penyebaran informasi bohong tersebut melalui akun Facebook-nya atas inisiatif sendiri. Informasi itu kemudian menyebar luas di media sosial,” kata Dedi.
Polisi telah menyita dua ponsel serta dua SIM card milik tersangka sebagai barang bukti. Dan atas perbuatannya itu, tersangka dapat di jerat pasal 51 Jo Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) dan atau 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda Paling banyak Rp 12 miliar.