Rabu 29 May 2019 18:38 WIB

Pengacara Haris Sebut Rp 70 Juta untuk Menag adalah Bisyaroh

Bisyaroh adalah bantuan atau suatu bentuk terima kasih.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (23/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Haris Hasanudin, Samsul Huda Yudha mengatakan, pemberian uang senilai total Rp 70 juta untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum PPP non-aktif Romahurmuziy alias Romi bukan ditujukan sebagai fee melainkan sebagai bisyaroh. Pemberian uang untuk Lukman terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk Haris yang dibacakan jaksa KPK pada hari ini.

"Terkait pemberian Rp 5 juta betul, Rp 250 juta betul, kemudian Rp 20 juta pada Maret di Ponpes Jombang betul, itu tidak ada istilahnya komitmen atau bentuk jual beli jabatan, tidak pernah Pak Menteri ataupun Pak Romi meminta sesuatu tidak pernah, yang ada itu bentuk tradisi lama yang diambil dari Bahasa Arab namanya bisyaroh," kata Samsul Huda di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (29/5).

Baca Juga

Haris didakwa memberikan suap sejumlah Rp 325 juta kepada Ketua Umum PP non-aktif yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2014-2019 Romahurmizy alias Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. "Bisyaroh itu artinya menggembirakan. Biasanya kalau di pondok pesantren diberikan kepada para guru ngaji sebagai bentuk pesangon atau terima kasih. Itu betul dilakukan. Tapi untuk Rp 50 juta tanggal 1 Maret di Kanwil Kemenag Jatim itu bukan dari uang Pak Haris melainkan dari seluruh kepala kantor, urunan untuk menghormati Pak Menag yang datang dan itu sudah berlangsung lama," jelas Samsul.

Menurut Samsul, bisyaroh itu merupakan kebiasan atau tradisi kepada pimpinan yg hadir. "Meskipun itu tidak baik, maka inilah PR (pekerjaan rumah) kita ke depan supaya tidak ada lagi hal itu," tambah Samsul.

Dalam dakwaan, Haris disebut memberikan sejumlah uang kepada Romi dan Lukman secara bertahap. Pertama, pada 6 Januari 2019, di rumah Romi di Jakarta Timur, Haris membawa uang sejumlah Rp 5 juta kepada Romi sebagai kompensasi atas bantuan Romi sehingga Haris bisa lolos seleksi administrasi. Uang itu juga sebagai komitmen awal untuk bisa diangkat dalam jabatan sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.

Kedua, Haris pada 6 Januari 2019 lalu kembali mendatangi rumah Romi di Jakarta Timur dan memberikan uang Rp 250 juta agar membantu pengangkatannya sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Ketiga, pada 1 Maret 2019 Haris bertemu dengan Lukman Hakim di Hotel Mercure Surabaya dan dalam pertemuan itu Lukman Hakim menyampaikan akan 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim oleh karena itu Haris memberikan uang kepada Lukman Hakim sejumlah Rp 50 juta.

Keempat, pada 9 Maret 2019 di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, Haris memberikan uang sejumlah Rp 20 juta kepada Lukman Hakim Syaifuddin melalui Herry Purwanto sebagai bagian komitmen yang sudah disiapkan Haris untuk pengurusan jabatan. Ditanya mengenai Menag Lukman Hakim yang disebut 'pasang badan' untuk memenangkan Haris dalam jabatan Kakanwil Kemenag Jatim, Samsul membantahnya.

"Tidak pernah ada itu (pasang badan), tapi Pak Menag tahu persis bagaimana Pak Haris bekerja. Beliau memang cukup loyal di Kemenag dan kapasitasnya cukup bagus. Kalau dibanding dari teman-teman lainnya dia lebih baik makanya ketika ada ranking dia nomor satu," ungkap Samsul.

Sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto mengatakan bahwa uang tersebut bukan dikategorikan sebagai bisyaroh. "Bisyaroh itu kan istilah ya bantuan atau ucapan terima kasih. Tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyaroh itu dengan jabatan menteri agama, apalagi momennya adalah ketika terdakwa akan maju sebagai kepala kanwil jadi kita tak bisa melepaskan itu bisyaroh dan jabatan itu, itu pasti ada kaitannya dengan jabatan itu, itu pasti ada kaitan dengan jabatan itu," kata Wawan.

Ia juga membenarkan bahwa uang Rp 50 juta adalah hasil patungan sejumlah Kakanwil Kemenag. "Iya betul, jadi kan di sana itu ada semacam tradisi kalau ada menteri datang itu ada semacam tarikan. Sebenarnya itu kan sifat tarikan itu ilegal. Tidak tahu sumber duitnya dari mana untuk operasional menteri selama di luar daerah itu," ungkap Jaksa Wawan.

Namun menurut Wawan, KPK melihatnya uang itu sebagai pemberian kepada menteri. "Karena berdasarkan aturan kunjungan kerja menteri ada anggaran yang memfasiltasinya. Kami melihatnya itu pemberian kepada menteri dari Haris karena pemberian dari Haris masuknya dari situ," ungkap Wawan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement