Rabu 29 May 2019 07:10 WIB

Pemerintah Bahas Kenaikan Iuran JKN-KIS

Pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan urun biaya JKN-KIS.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolanda
Syafnel (kanan), peserta JKN-KIS.
Foto: Istimewa
Syafnel (kanan), peserta JKN-KIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah lintas lembaga dan kementerian kini tengah mengkaji kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Asisten Deputi Jaminan Sosial (JKN) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Togap Simangunsong membenarkan, pemerintah akan menaikkan iuran JKN-KIS setelah digelarnya pemilihan umum (pemilu) April 2019 lalu.

"Janji wakil presiden Jusuf Kalla mengenai iuran yang dinaikkan setelah pemilu itu betul. Beberapa hari ini kami rapat membahas perhitungan (kenaikan iuran) di Kemenko PMK," ujarnya saat ditemui wartawan, di Kemenko PMK, di Jakarta, Selasa (28/5) sore.

Apalagi, ia menyebut harusnya iuran dinaikkan dua tahun lalu. Jadi, ia menambahkan, besaran iuran JKN-KIS saat ini belum seperti hitungan aktuaria.

Kini, ia menyebut aktuaris menghitung besaran iuran dan memberikan opsi-opsi kemungkinan yang akan terjadi. Kendati demikian, ia menambahkan, hingga saat ini belum ada keputusan karena ini merupakan keputusan pimpinan.

"Aktuaris hanya menghitung dan menetapkan, kalau opsi ini dibuat maka kondisi keuangannya menjadi seperti ini. Jadi saya belum bisa memberikan jawaban pasti," ujarnya.

Selain mengkaji kenaikan iuran, pihaknya juga mempertimbangkan kemungkinan urun biaya. Sebab, ia menyebut seringkali peserta JKN-KIS yang bisa melahirkan normal yang murah tetapi memilih operasi caesar yang menyedot biaya mahal. Kini, ia menyebut pemerintah tengah menghitung penyakit apa saja yang akan dikenakan iuran biaya.

"Kami masih menunggu (urun biaya)," katanya.

Ia meminta semua pihak menerapkan saran menteri keuangan Sri Mulyani di rapat dengar pendapat audit BPKP, Senin (27/5), supaya melakukan pengawasan pelaksanaan JKN-KIS. Hal ini bertujuan agar defisit tidak melebar.

Sebelumnya, Jusuf Kalla sempat menyinggung mempertimbangkan penyesuaian nilai premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang rencananya akan dilakukan setelah Pemilu 2019. Rencana ini terlontar usai melihat kondisi anggaran BPJS Kesehatan yang terus defisit. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement